Artikel Tentang Indonesia Sebagai Masyarakat Majemuk
– Hai sahabat, pada artikel kali ini kita akan membahas tentang Indonesia
Sebagai Masyarakat Majemuk. Yuk, langsung dibaca :
|
Artikel Tentang Indonesia Sebagai Masyarakat Majemuk |
Indonesia sebagai sebuah masyarakat Majemuk adalah
sebuah masyarakat Negara yang terdiri atas masyarakat-masyarakat suku bangsa
yang dipersatukan dan diatur oleh sistem nasional dari masyarakat Negara
tersebut. Dalam masyarakat Indonesia yang mejemuk ini penekanan keanekaragaman
adalah pada suku bangsa dan kebudayaan suku bangsa. Dalam masyarakat indonesia,
setiap masyarakat suku bangsa secara turun temurun mempunyai dan menempati
wilayah tempat hidupnya yang diakui sebagai hak ulayatnya yang merupakan temapt
sumber-sumber daya dimana warga masyarakat suku bangsa tersebut memanfaatkan
untuk kelangsungan hidup mereka. Masyarakat majemuk seperti Indonesia, buukan
hanya beranekaragaman corak kesukubangsaan dan kebudayaan suku bangsanya secara
horizontal, tetapi juga secara vertikal atau jenjang menurut kemajuan ekonomi,
teknologi dan organisasi sosial-politiknya.
Menurut Funivall yang dikuti oleh Zulyani Hidayah
(1999) masyarakat majemuk (pluras society) merupakan suatu masyarakat tang
terdiri dari dua atau lebih elemen dan tatan sosial yang hidup berdampingan
tetapi tidak terintegrasi dalam satu kesatuan politik. Adapun menurut Van De
Berghe yang dikutip oleh Zulyani Hidayah (1999) ciri-ciri sebuah masyarakat
yang dikatakan sebagia mayarakat majemu adlah :
1. Terjadinya segmenetasi ke dalam kelompok-kelompok
yangseringkali memiliki kebudayaan, atau lebih tepat sub kebudayaan, yang
berbeda satu sama lain.
2. Memiliki struktur sosial yang terbagi-bagi ke
dalam lembaga-lembaga yang bersifat nonkomplementer
3. Kurang mengembangkan consensus diantara para
anggota masyarakat tentang nilai-nilai sosial yang bersifat dasar,
4. Secara relative seringkali terjadi konflik
diantara kelompok yang satu dengan yang lain.
5. Secara relative integrasi sosial tumbuh di atas
paksaan (coercion) dan saling ketergantungan di dalam bidang ekonomi dan
6. Adanya dominasi politik oleh suatu kelompok atas
kelompok-kelompok yang lain.
Menurut Clifford Geertz yang dikutip oleh Zulyani
Hidayah (1999:X-XI), anek ragam kebudayaan yang berkembang di Indonesia dapat
dibagi menjadi dua tipe berdasarkan ekosistemnnya, yaitu :
Artikel
Tentang Indonesia Sebagai Masyarakat Majemuk
1. Kebudayaan yang berkembang di “Indonesia dalam”
(jawa, Bali)
Kebudayaan yang bekembang di Indonesia dalam
ditandai oleh tingginya intensitas pengolahan tanah secara teratur dan telah
menggunakan sistem pengairan dan menghasilkan pangan padi yang ditanam di
sawah. Dengan demikian, kebudayaan di Jawa yang menggunakan tenaga kerja
manusia dalam jumlah besardisertai peralatan yang relative lebih komplek itu
merupakan perwujudan upaya manusia yang secara lebih berani merubah
ekosistemnnya untuk kepentingan masyarakat yang bersangkutan.
2. Kebudayaan yang berkembang di “Indonesia luar”
(Di luar pulau jawa dan bali)
Kebudayaan di luar jawa, kecuali di sekitar Danau Toba,
dataran tinggi sumatera Barat dan Sulawesi Barat Daya, berkembang atas dasar
pertanian perladangan yang ditandai dengan jarangnya penduduk yang pada umumnya
baru beranjak dari kebiasaan hidup berburu ke arah hidup bertani. Oleh karena
itu, mereka cenderung untuk menyesuaikan diri mereka dengan ekosistem yang ada,
demi untuk meningkatkan kesejahteraan masyarakat yang bersangkutan, kebudayaan
pantai yang diwarnai kebudayaan alam, dan kebudayaan masyarakat peladang serta
pemburu yang masih sering berpindah tempat. Adapun yang dimaksud dengan
kebudayaan masyarakat petani berpengairan adalah seperti yang berkembang di
Pulau Jawa dan Bali.
3. Aneka Ragam kebudayaan yang tidak termasuk ke
dalam dua kategori terdahulu
H.Geertz yang dikutip oleh Zulyani Hidayah (1999:XI)
melengkapi dua kategori di atas dengan kategori ketiga, yaitu aneka ragam kebudayaan yang tidak
termasuk ke dalam dua kategori terdahulu. Kategori ketiga ini meliputi
kebudayaan orang Toraja di Sulawesi Selatan, orang Dayak di pedalaman Kalimantan,
orang Halmehara, Suku-duku di pedalam Seram, di Kepulauan Nusa Tenggara, Orang
Gayo di Aceh, orang Rejang di Bengkulu dan Lampung di Sumatera selatan. Pada
umumnya kebudayaan mereka itu berkembang di atas sistem pencaharian perladangan
ataupun penanam padi di ladang, sagu, jagung, maupun akar-akaran.
Pada zaman Hindia-Belanda masyarakat Indonesia
digolongkan menjadi tiga golongan yaitu golongan penjajah Belanda yang menepati
tingkat pertama, kedua adalah golongan Minoritas Cina, dan ketiga adalah
golongan pribumi. Hasil penelitian C. Van Vollenhoven menyebutkan bahwa
Indonesia memiliki 19 lingkungan adat yang tersebar di seluruh wilayah
Indonesia yang kemudia diperbaharui oleh B. Ter Haar menjadi 24 lingkungan
adat. Di Seluruh indonesia tercatat kurang lebih 656 suku bangsa dengan bahasa
lokal sekitar 300 macam.
Nasikum mengungkapkan bahwa terdapat beberapa faktor
yang menyebabkan terjadinya pluralism masyarakat indonesia :
1. Keadaan geografis yang membagi wilayah Indonesia
atas 13.667 Pulau yang terserak di suatu darah ekuator sepanjang kurang lebih
3.000 mil dari timur ke barat dan lebih dari 1.000 mil dari utara ke selatan.
Faktor ini merupakan faktor yang sangat besar pengaruhnya terhadap terciptanya
pluralistis suku bangsa di Indonesia.
2. Kenyataan bahwa Indonesia terletak diantara
samudera Indonesia dan saumdera pasifik. Kenyataan letak yang demikian ini
sangat mempengaruhi terciptanya pluralistis agama di dalam masyarakat Indonesia
melalui pengaruh kebudayaan bangsa lain, yang menyentuh masyarakat Indonesia.
3. Iklim yang berbeda dan struktur tanah yang tidak
sama diantara berbagai darah di kepulauan nusantara ini merupakan faktor yang
menciptakan pluralistis regional di indonesia. Perbedaan curah hujan dan
kesuburan tanah merupakan kondisi yang dapat menciptakan lingkungan ekologis
yang berbeda di Indonesia, yakni daerah pertanian sawah. Perbdaan antara Jawa
dan luar jawa di dalam bidang kependudukan, ekonomi dan sosial budaya.
(Suriakusumah, 199:718).
|
Artikel Tentang Indonesia Sebagai Masyarakat Majemuk |
Artikel
Tentang Indonesia Sebagai Masyarakat Majemuk
Berbagai kenyataan di atas melahirkan struktur
sosial yang bersifat horizontal dan vertikal yang sangat kompleks pada
masyarakat indonesia. Sangat rasional sekali bila Indonesia selalu menghadapi
permasalahan konflik antaretnik, kesenjangan sosial, dan sukar sekali
terjadinya integrasi secara permanen. Hambatan demikian semakin nampak dengan
jelas, jika diferensiasi sosial berdasarkan ukuran suk bangsa sanga
bersingkungan dengan ukuran lain seperti agama, kelas, ekonomi, dan bahasa.
Diferensiasi sosial yang melingkupi struktur sosial kemajemukan masyarakat
indonesia adalah :
1. Diferensiasi yang disebabkan oleh perbedaan adat
istiadat (custome differentiation) hal ini karena perbedaan etnik, budaya,
agama, dan bahasa.
2. Diferensiasi yang disebabkan oleh structural, hal
ini disebabkan oleh kemampuan untuk mengakses ekonomi dan politik sehingga
menyebabkan kesenjangan sosial diantara etnik yang berbeda.
Menurut Josseln de Jong, yang diktuip oleh Zulyani
Hidayah (1999: XI-XIII) Keberagaman budaya yang tersebar di Indonesia memiliki
landasan pemikiran, yaitu :
1. Bahwa pada masa lampau masyarakat Indonesia itu
terdiri dari beberapa persekutuan yang berlandaskan ikatan kekrabatan yang
menganut garis keturunan secara unilineal, baik melalui keibuan maupun kebapakan.
2. Diantara persekutuan kekerabatan itu terjalin
hubungan kawin secara tetap, sehingga terjelma tata hubunan yang mendudukan
kelompok kerabat pemberi pengantin wanita lebih tinggi daripada kedudukan
kelompok kerabat yang menerima pengantin wanita.
3. Seluruh kelompok kekerabatan yang ada baisanya
terbagi dalam dua puluh masyarakat yang dikenal dengan istilah antropologis
“moiety” yang satu sama lain ada dalam hubungan saling bermusuhan maupun dalam
berkawan, sehingga nampaknya persaingan yang diatur oleh adat.
4. keanggotaan setiap individu, karenanya bersifat
ganda dalam arti bahwa setiap orang bukan hanya menjadi anggota kelompok
kerabat yang unilineal, melainkan juga anggota kesatuan paruh masyarakat.
5. Pembagian masyarakat dalam dua paruh masyarakat
itu mempengaruhi pengertian masyarakat terhadap isi semesta ke dalam dua
kelompok yang seolah-olah saling mengisi dalam arti serba dua yang
dipertentangkan dan sebaliknya juga saling diperlukan adanya.
6. Akibatnya jjuga tercermin dalam sistem penilaian
dalam masyarakat yang bersangkutan. Ada pihak yang baik dan sebaliknya ada pula
pihak yang jahat atau buruk
7. Seluruh susunan kemasyarakatan itu erat
dihubungkan dengan sistem kepercayaan masyarakat yang bersangkutan, terutama
yang berkaitan dengan kompleks totemisme yang didominasi dengan upacara-upacara
keagamaan dalam bentuk rangkaian upacara inisiasi dan diperkuat dengan
dongeng-dongenng baik yang berupa kesusasteraan ataupun tradisi lisan.
8. Sifat serba dua tjuga tercermin dalam tata
susunan dewa-dewa yang menjadi pujaan masyarakat yang bersangkutan. Walaupun
dikenal lebihdari dua dewa, mereka menggolongkan ke dalam dua glongan dewa baik
dan dewa buruk. Dewa yang tergolong buruk biasanya mempunyai anggota masyarkat
dewa yang mewakili golongan atas dan dipuja.
9. Tata susunan masyarakat dewa itu ternyata
mempengaruhi tata susunan kepemimpinan masyarakat dalam kehidupan politik yang
seringkali merupakan pencerminan tentang kepercayaan yang berpangkal pada
kehidupan dewata.
Kemajemukan dan heterogenitas masyarakat Indonesa
haruslah dikembangkan sebuah model keberagaman budaya sehingga tidak
menimbulkan konflik-konflik akibat perbedaan yang ada. Berubahnya cara pikir
dalam mengambil kebijaksaan politik khususnya berkaitan dengan bduaya sangat
penting untuk menerapkan prinsip demokrasi yang menjunjung tinggi asas
persamaan dalam kehidupan berbangsa dan bernegara.
Demikianlah Artikel Tentang Indonesia Sebagai
Masyarakat Majemuk. Semoga bermanfaat.