https://shope.ee/6Kb2s7Y65L

Artikel Tentang Hasil Budaya Manusia Purba Dalam Sejarah (Zaman Batu dan Zaman Logam)

Artikel Tentang Hasil Budaya Manusia Purba Dalam Sejarah (Zaman Batu dan Zaman Logam) – Hai sahabat, kali ini kita akan membahas tentang Artikel Hasil budaya manusia purba dalam sejarah. Langsung dibaca yuk :

Artikel Tentang Hasil Budaya Manusia Purba Dalam Sejarah (Zaman Batu dan Zaman Logam)
Artikel Tentang Hasil Budaya Manusia Purba Dalam Sejarah (Zaman Batu dan Zaman Logam)


Kehidupan manusia masa lampau tidak terlepas dari tingkat peradabannya. Tingkat peradaban manusia membawa akibat kehidupannya terpecah menjadi dua babakan yang dikenal dengan istilah : zaman pra aksara (zama pra sejarah) dan zaman aksara (Sejarah. Zaman pra aksara : (pra= sebelum) aatau zaman nirlika (nir=hilang). Likha atau aksara = tulisan). Jadi, zaman pra aksara atau pra sejarah berarti zaman sebelum ada peninggalan tertulis. Dengan kata lain, suatu masa kehidupan manusa yang belum terdapat keterangan-keterangan yang berupa tulisan. Yang menjadi sumbernya adalah hasil budaya yang mereka tinggalkan. Biasanya barang-barang yang tahan lama yang kita dapati. Sedangkan zaman aksra atau zaman sejarah adalah suatu zaman dimana bangsa tersebut telah meninggalkan tulisan. Dengan kata lain, suatu zaman dari kehidupan manusia yang sudah terdapat keterangan-keterangan dalam bentuk tulisan.

Demikian juga kita bangsa indonesia yang secara utuh memiliki dua zaman tersebut. Seperti halnya bangsa-bangsa lain di dunia, di Indonesia pun penyelidikan zaman pra Aksara atau pra sejarah lebih banyak dilakukan dengan menganalisis peninggalan-peninggalannya dengan penuh ketelitian. Dengan demikian, diharapkan memeroleh hasil yang optimal dan memeroleh jawan yang tepat tentang zaman pra sejarah. Sedangkan untuk zaman yang kedua, yakni zaman aksara atau zaman sejarah penyelidikanya lebih mudah, karena zaman telah memiliki sumber-sumber tertulis.

Berdasarkan hasil penelitian oleh para ahli, zaman pra sejarah dapat dibedak atas beberap kurun waktu sesuai dengan tingkat peradabannya (budayany). Secara garis besar zaman pra sejarah dibagi menjadi dua zaman, yakni szaman batu dan zaman logam

1. Zaman Batu
Zaman batu adalah zuatu zaman dimana alat-alat penunjang kehidupan manusia sebagian besar terbuat dari batu. Zaman batu dibagi menjadi tiga zaman, yakni :

a. Zaman Batu tua (Paleolitikum)
Disebut zaman batu tua karena alat-alat kebudayaan yang dihasilkan masih sangat kasar. Kebudayaan Pelolitikum di Indonesia ditemukan di daerah paciran dan ngandong, maka sering disebut kebudayaan pacitan dan kebudayaan ngandong.

1. Kebudayaan Pacitan
Alat-alat kebudayaan Pacitan ditemukan oleh Von Konigswald pada tahun 1935. Di daerah pacitan banyak ditemukan alat-alat dari batu yang masih sangat kasar. Alat-alat tersebut berbentuk kapak, yakni kapak perimbas, karena tidak memakai tangkai maka disebut kapak Genggam. Alat budaya pacitan diperkirakan dari lapisan pleistosen tengah (lapisan trinil); sedangkan pendukung kebudayaan tersebut ialah Pithecantropus Erectus.

Kapak genggam selain ditemukan di Pacitan, juga ditemukan di Sukabumi dan Ciamis (Jawa barat), Parigi dan Gombong (Jawa tengah), Bengkulu dan Lahat (Sumatera selatan), Awangbangkal (Kalimantan selatan) dan Cabenge (Sulawesi selatan), flores, dan Timor.
Selain kapak genggam, juga dikenal dengan jenis lain, yakni alat serpih (Flake). Alat serpih ini digunakan untuk menguliti binatang buruan, mengiris daging dan memotong ubi-ubian (seperti pisau pada masa sekarang). Alat ini banyak ditemukan di jawa, Sulawesi selatan, sumatera selatan, dan Timor.

Artikel Tentang Hasil Budaya Manusia Purba Dalam Sejarah (Zaman Batu dan Zaman Logam)

Artikel Tentang Hasil Budaya Manusia Purba Dalam Sejarah (Zaman Batu dan Zaman Logam)
Artikel Tentang Hasil Budaya Manusia Purba Dalam Sejarah (Zaman Batu dan Zaman Logam)


2. Kebudayaan Ngandong
Di sekitar daerah ngandong dan Sidorejo (dekat ngawi, madiun, jawa timur) didapatkan banyak alat-alat dari tulang di samping kapak-kapa genggam dari batu. Alat-alat kebudayaan ngandong ditemukan oleh Von Koenigswald pada tahun 1941 dan yang banyak ditemukan alat-alat dari tulang (semacam alat penusuk = belati), dan tanduk rusa terutama di gua sampung. Rupa-rupanya alat ini untuk menorek ubi dan keladi dari dalam tanah. Ada juga alat-alat seperti ujung tombak dengan gigi-gigi pada sisinya, yang mungkin dipergunakan untuk menangkap ikan. Jenis alat ini ditemukan di lapisan pleistosen atas ; sedangkan pendukung kebudayaan Ngandong adalah jenis manusia purba Homo Solensis dan Homo Wajakensis.

Di Ngandong juga ditemukan alat-alat kecil yang dinamakan “flakes” yang terbuat dari batuh indah, seperti chlcedon. Demikian ppula di cabange, Sulawesi selatan banyak ditemukan flakes.

Dari hasil temuan yang menghasilkan ribuat alat Paleolitikum tersebut, dapat diketahui sedikit tentang penggunaanya, demikian pula tentang penghidupannya. Alat-alat itu digunakan untuk berburu, menangkap ikan dan mengumpulkankeladi, ubi, buah-buahan dan lain-lain. Alat-alat tersebut jelas tidak dapat dipergunakan untuk bercocok tanam. Maka kesimpulan kita ialah bahwa penghidupan manusia paleolitikum adalah mengembara dari satu tempat ke tempat lain. Mereka tidak bertempat tinggal menetap, melainkan berpindah-pindah tergantung kepada binatang-binatang buruannya dan hasil-hasil tanah di sekitarnya. Cara penghidupan mengumpulkan makanan sebagaimana terdapatnya di alam dinamakan “food gathering.”

b. Zaman Batu Madya (Mesolitikum)
Sesuai dengan perkembangan penalarannya, zaman mesolitikum ditandai dengan adanya kebudayaan kyokkenmodinger dan kebudayaan abris sous roche.
1. Kyokkenmoddinger
Suatu corak istimewa dari zaman Mesolitikum Indonesia ialah adanya peninggalan-peninggalan yang disebut dalam bahasa Denmark “Kyokkenmoddinger”. (Kyokken= dapur, Modding = sampah, jadi Kyokkenmoddinger artinya sampah dapur.) Sampah dapur tersebut dapat ditemukan di sepanjang pantai Sumatera timur laut, diantara langsa (Aceh) – medan; yaitu berupa bukit atau tumpukan kerang dan siput yang tinggi dan panjang yang telah menjadi fosil.
Bekas-bekas itu menunjukkan telah adanya penduduk pantai yang tinggal dalm rumah-rumah bertonggak. Hidupnya terutama dari siput dan kerang. Siput-siput itu dipatahkan ujungnya, kemudian dihisap isinya dari bagian kepalanya. Kulit-kulit siput dan kerag itu dibuang selama waktu yang bertahun-tahun,mungkin ratusan atau ribuan tahun, akhrinya menjelmakan bukit kerang yang hingga beberapa meter tingginya dan luasnya (ada yang sampai tujuh meter). Bukit-bukit itulah yang dinamakan kyokkenomddinger.

Dari hasil penyelidikan Dr. P.V. Van Stein Callenfels (Pelopor ilmu pra sejarah Indonesia dan biasa dikenal sebagai “Bapak prasejarah indonesia”) tahun 1925, dapat diketahui bahwa bukit-bukit keran dan siput tersebut adalah bekas sisa-sisa makanan dari masyarakat yang hidup di tepi pantai. Di tempat yang sama ditemukan pula jenis kapak genggam (chooper) yang diberi nama pebble (kapak sumatera) yang berbeda dengan kapak genggam zaman Paleolitikum (chopper). Pebble ini dibuat dari batu kali yang dipecah atau dibelah. Sisi luarnya yang memang sudah halus dibiarkan, sedangkan sisi dalamnya (tempat belah) diekerjakan lebih lanjut, sesuai dengan keperluannya. Di samping itu juga terdapat kapak pendek (hanche courte). Bentuknya kira-kira setengah lingkaran dan seperti kapak genggam juga, dibuatnya dengan memukuli dan memecahkan batu, serta tidak diasah. Ssi tajamnya terdapat pada sisi yang melengkung.

Kecuali kapak-kapak tersebut, dari bukit kerang juga ditemukan batu penggiling (pipisan) dan landasannya. Pipisan ini rupanya tidak hanya untuk menggiling makanan, tetapi juga dipergunakan untuk menghaluskan cat merah sebagaimana ternyata terlihat dari bekas-bekasnya. Untuk apa cat mereah dipergunakan, belum dapat dinyatakan dengan pasti. Mungkin sekali pemakaiannya berhubungan dengan keagamaan, yakni dengan ilmu sihir. Maka cat merah diulaskan pada badan, sebagaimana masih menjadi kebiasaan berbagai suku bangsa, mempunyai maksud agar tambah kekuatannya dan tambah tenaganya. Pendukung kebudayaan kyokkenmoddinger ialah ras papua Melanesia.

Artikel Tentang Hasil Budaya Manusia Purba Dalam Sejarah (Zaman Batu dan Zaman Logam)

C. Zaman Batu Muda (Neolitikum)
Kebudayaan Neolitikum adalah kebudayaan batu baru, ciri-cirinya alat-alatnya sudah dibuat dengan baik, diasah (diupam) dan halus. Masa ini meruapkan masa bercocok tanam di Indonesia yang bersamaan dengan berkembangnya kemahiran mengasah (mengupam) alat-alat batu serta mulai dikenalnya teknologi pembuatan tembikar. Dengan demikian, masa ini telah membawa perubahan besar dalam kehidupan manusia, yakni perubahan dari kehidupan food garhering menjadi food producing. Hasil kebudayaan Neolitikum, diantara ialah kapak persegi, kapak lonjong, alat serpih, gerabah dan perhiasan.

1. Kapak persegi
Nama kapak persegi itu berasal dari Von Heine Geldern, berdasarkan kepada penampang alat-alatnya, yang berupa persegi panjang atau juga berbentuk trapezium. Kapak persegi kebanyakan terbuat dari batu api yang keras atau chalsedon, bentuknya persegi panjang atau trapezium. Ada berbagai ukuran yang besar ialah beliung atau cangkul untuk mengerjakan sawah, sedangkan yang kecil ialah tarah untuk mengerjakan kayu. Pemakaianya tidak lagi digenggam, melainkan mempergunakan tangkai kayu serhingga memberikan kekuatan yang lebih besar.

Daerah penemuan kapak persegi pada umumnya di Indonesia bagian baraat, serperti di Lahat, Palembang, Bogor, sukabumi, karawang, tasikmalaya dan pacitan. Sebab, penyebaran kapak persegi dari daratan Asia ke indonesia melalui jalur barat (Sumatra-Jawa-Bali-Nusa Tenggara-Sulawesi). Adapun pusat pembuatannya antara lain di Lahat, Palembang, Bogor, Sukabumi, Tasikmalaya dan Pacitan.

Jenis lain dari kapak persegi yang ada di daratan Asia (Jepang, Filipina) tetapi tidak ada di Indonesia ialah kapak pahu.

2. Kapak Lonjong
Nama kapak lonjong didasarkan pada penampang alangnya yang berbentuk lonjong, dan bentuk kapaknya yang berbentuk telur. Ujungnya yang runcing untuk tangkai dan ujung lainnya yang bulat diasah hingga tajam.
Ada dua macam kapak lonjong, yaitu Walzebeil (yang besar) yang banyak ditemukan di Irian sehingga sering dinamakan Neolitikum Papua dan Kleinbeil (yang kecil) banyak ditemukan di kepulauan Tanimbar dan Seram.
Sampai abad ke-20, kapak lonjong masih digunakan di Irian jaya terutama di daerah terpencil dan terasing. Di Luar Indonesia kapak lonjong banyak ditemukan di Birma, Cina, dan jepang, serhingga dapat diperkirakan penyebaran kapak Lonjong melalui Indonesia Timur, yaitu daratan asia-jepang-philipina, minahasa-Irian jaya.
Dari zaman Neolitikum selain ditemukan jenis-jenis kapak, juga ditemukan alat-alat perhiasan seperti gelang, kalung, manic-manik dan batu akik. Di samping itu juga telah pandai membuat tembikar (periuk belanga).
3. Alat serpih
Alat serpih dibuat dengan cara memukul bongkahan batu menjadi pecahan-pecahan ecil yang berbentuk segi tiga, trapezium, atau setengah bulat. Alat ini tidak dikerjakan lebih lanjut dan digunakan untuk alat pemotong, gurdi atau penusuk. Alat serpih ada yang dikerjakan lagi menjadi mata panah dan ujung tombak.
4. Gerabah
Di Zaman bercocok tanam, manusia sudah dapat membuat benda-benda dari tanah liat yang dibakar yang disebut tembikar atau gerabah. Hanya pembuatannya sangat sederhana. Gerabah hanya dibuat dengan tangan tanpa bantua Roda pemutar seperti sekarang. Jenis benda yang dibuat dari tanah liat antara lain kendi, mangkuk, periuk belanga dan manic-manik.
5. Perhiasan
Perhiasan di zaman bercocok tanam umumnya terbuat dari batu, tembikar dan kulit kerang. Di Indonesia, perhiasan banyak ditemukan di daerah Jawa Barat dan Jawa Tengah. Jenis perhiasan itu antara lain gelang, kalung, manic-manik dan anting-anting.

2. Zaman Logam
Disebut zaman logam karena alat-alat penunjang kehidupan manusia sebagian besar terbuat dari logam. Berdasarkan temuan barang-barang dari logam diperkirakan pada masa itu telah terjadi hubungan dagang angara bangsa indonesia dengan bangsa-bangsa Asia (Asia tenggara) yang telah menjadi logam. Selanjutnya untuk zaman logam akan dibicarakan dalam perkembangan teknologi.
Dari uraian di atas maka secara skematis pembabakan zaman adalah sebagai berikut :
a. zaman masa pra Aksara
1. Zaman Batu :
- Zaman batu tua (Palelitikum)
- Zamaan Batu madya (Mesolitikum)
- Zaman batu muda (Neolitikum)
- Zaman Batu Besar (Megalitikum)
2. Zaman logam :
- Zaman Tembaga
- Zaman perunggu
- Zaman Besi
b. Zaman Aksara
Zaman aksara adalah zaman manusia belum mengenal tulisan ; sedangkan zaman aksara adalah zaman manusia sudah mengenal tulisan. Indonesia memasuki zaman sejarah pada abad ke-4 dengan bukti ditemukan 7 buah yupa di Kerajaan Kutai, Kalimantan timur.

Demikianlah Artikel Tentang Hasil Budaya Manusia Purba Dalam Sejarah (Zaman Batu dan Zaman Logam). Semoga Bermanfaat.


Baca juga artikel sebelumnya : Artikel Tentang Perkembangan Kehidupan Masyarakat Berburu hingga Masyarakat Pertanian Di Indonesia

Artikel Tentang Perkembangan Kehidupan Masyarakat Berburu hingga Masyarakat Pertanian Di Indonesia

Artikel Tentang Perkembangan Kehidupan Masyarakat Berburu hingga Masyarakat Pertanian Di Indonesia – Hai Sahabat, Kali ini kita akan membahas tentang Perkembangan Kehidupan Masyarakat Berburu hingga Masyarakat Pertanian Di Indonesia. Yuk dibaca :

Artikel Tentang Perkembangan Kehidupan Masyarakat Berburu hingga Masyarakat Pertanian Di Indonesia
Artikel Tentang Perkembangan Kehidupan Masyarakat Berburu hingga Masyarakat Pertanian Di Indonesia


1. Hidup Berburu dan Mengumpulkan Makanan

Kehidupan masyarakat pada masa berburu dan mengumpulkan makanan masih sangat sederhana. Mereka memenuhi segala kebutuhan hidupnya dari berburu dan mengumpulkan makanan. Mereka memakan makanan yang disediakan oleh alam. Makanan diperoleh dengan cara berburu, mengumpulkan buah-buahan, ubi-ubian, dan menangkap ikan. Mereka hidiup dalam kelompok-kelompok kecil (bergerombol) agar mampu menghadapi segala macam tantangan atau ancaman.

Manusia purba telah pandai memilih tempat-tempat tinggalnya, serpti di tepi sungai, di tepi danau ataupun di pantai. Ada juga yang tinggal di dalam goa-goa atau ceruk-ceruk batu : maka tempat tinggal mereka tidak menetap. Di tepi sungai atau danau banyak terdapat ikan dan binatang lain yang menjadi buruan mereka dan dapat mereka makan. Ada yang hidup di tepi pantai karena pantai banyak terdapat sumber makanan. Demikian juga yang tinggal di gua-gua, di daerah sekitarnya pastilah daerah yang cukup memberikan makanan, sehingga mereka bisa bertahan untuk hidup. Masa inilah yang disebut dengan masa food gathering (Mencari dan mengumpulkan makanan) dengan sistem hidup berpindah-pindah (nomaden).

Manusia purba secara sederhana telah menghasilkan kebudayaan, sebab budaya hasil copta, rasa dan karsa manusia. Mereka berhasil menciptakan alat-alat untuk menangkap binatang buruan, menguliti binatang buruan, mengorek ubi-ubian, mengail ikan dan sebgainya. Bahan pembuat alat-alat didapat dari alam sekitarnya, seperti batu, kayu, tulang, tanduk binatang dan sebgainya.

Dalam proses kehidupan yang cukup lama, manusia pras sejarah mengalami perkembangan meskipun sanat lamban, yaitu ada yang telah mengenal tempat tinggal sementara (semi sedenter), misalnya di pantai atau di gua-gua. Sisa-sisa peninggalan hidup tempat tinggal sementara dari zaman Mesolitikum ini disebut Kyokkemoddinger (sampah daur) dan abris sous roche (gua sebagai tempat tinggal). Alat-alat kehidupan merekapun makin berkembang, seperti chooper (kapak perimbas = pebble = kapak sumatera), chopping tool (kapak penetak), anak panah, flake, alat-alat dari tulang dan tanduk rusa, dan sebagainya.

Artikel Tentang Perkembangan Kehidupan Masyarakat Berburu hingga Masyarakat Pertanian Di Indonesia
Artikel Tentang Perkembangan Kehidupan Masyarakat Berburu hingga Masyarakat Pertanian Di Indonesia


2. Hidup menetap dan bercocok tanam

Hidup menetap dan bercocok tanam ada pada zaman Neolitikum, dimana manusia purba benar-benar telah memiliki kemampuan penalaran yang tinggi, terbukti dari hasil kebudayaan yang semakin halus dan sempurna. Hasil budayanya yang berupa alat-alat kehidupan serhari-hari seperti kapak persegi, beliung persegi, tarah dan anak panah serta perhiasan telah dibuat dan diasah dengan halus dan bentuknya seperti yang ada sekarang.

Kapak persegi antara lain untuk memotong daging binatang hasil buruannya, menebang pohon dan membuat perahu. Beliung persegi atau cangkul berfungsi untukmengerjakan ladang atau sawah sedangkan tarah atau pahat untuk mengukir/memahat kayu. Anak panah untuk memanah binatang buruan. Sedangkan perhiasan yang dibuat dari masa menetap dan bercocok tanam ini umumnya terbuat dari batu, tembikar dan kulit kerang. Bahkan telah mengenal pakaian yang terbuat dari kayu atau kerang. Dengan demikian dapat disimpulkan bahwa selain membuat peralatan dan perhiasan, manusia dari zaman hidup menetap dan berocok tanam ini telah mengenal pakaian.

Oleh karena itu sudah bercocok tanam, maka dapat dipastikan mereka sudah hidup menetap. Mereka sudah dapat menyimpan hasil panennya untuk waktu yang cukup lama, demikian juga telah beternak dari hasil buruannya ; yang berarti telah memproduksi ternak. Dengan demikian, dapat disimpulkan bahwa pada zaman neolitikum ini telah terjadi perubahan-perubahan besar, suatu revolusi kehidupan manusia, yakni perubahan dari pola hidup berpindah-pindah dan tergantung pada penyediaan alam ke kehidupan menetap, bertani, beternak dan berproduksi.

Revolusi kehidupan manusia dari food gathering ke food producing dapat dibuktikan dengana danya beberapa hal yang dikemukakan oleh Dr. Brandes, seorang ahli purbakala, yang mengemukakan bahwa sebelum kedatangan pengatuh hindu-Budha, telah terdapat 10 unsur pokok dalam kehidupan asli masyarakat indonesia.

a. Kemampuan berlayar
Pembawa kebudayaan Neolitikum masuk ke indonesa ialah ras bangsa Austronesia yang menjadi nenek moyang bangsa indonesia. Mereka datang ke indonesia dengan menggunakan perahu bercadik. Kemampuan berlayar disertai dengan pengetahuan astronomi, yakni pengetahuan tentang perbintangan. Satu ciri perahu bangsa indonesia adalah penggunaa cadik, yaitu alat dari bamboo dan kayu yang dipasang di kanan-kiri perahu agar tidak mudah olehh.

b. Mengenal astronomi
Pengetahuan astronomi memang diperlukan untuk pelayaran pada malam hari. Oleh karena itu, mereka berlayar pada malam hari. Untuk pelayaran, mereka menggunakan rasi bintang pari (sebutan para nelayan) atau bintang gubug penceng (sebutan orang jawa). Bintang-bintang juga diperlukan untuk mengenal atau mengetahui datangnya musim bagi keperluan pertanian. Bintang beruang besar disebut bintang waluku, yang berarti bintang bajak.

c. Kepandaian bersawah
Sejak zaman Neolitikum bangsa indonesia telah bertempat tinggal tetap. Kehidupan mereka demikian mendorong mereka untuk hidiup sebagai food producing. Dalam bidang pertanian pada awalnya dilakukan dengan sistem ladang, tetapi untuk lebih meningkatkan hasil pertanian digunakan sistem sawa. Untuk itu tata pengaturan air sudah dilakukan dengan membuat saluran atau bendungan.

d. Mengatur masyarakat
Dengan kehidupan berkelompok yang sudah menetap, maka perlu diadakan aturan masyarakat. Dari desa-desa kuno di Indonesia dapat diketahui bahwa salah satu atauran yang dikenal adalah adanya kehidupan yang demokratis. Seseorang yang dianggap mempunyaikemampuan lebih dan dapat melindungi masyarakat terhadap gangguan baik dari dalam maupun dari luar serta dapat mengatur masyarakat dengan baik ; dipilih menjadi pemimpin. Apabila pemimpin meninggal maka makmnya dipuja oleh penduduk daerah tersebut.

e. Aktvitas Perdagangan
Barang-barang kehidupan yang dibuat di rumah atau hasil panen mereka banyak, tetapi ada beberpaa kebutuhan yang tidak dapat mereka penuhi atau mereka tanam ; maka mereka tukar menukar barang. Dengan demikian terjadilah perdagangan.

f. Kesenian wayang
Dalam kehidupan yang telah menetap dan teratur dapat diciptakan kesenian-kesenian yang lebih tinggi nilainya ; diantaranya ialah kesenian wayang yang berpangkal pada pemujaan roh nenek moyang. Boneka=boneka perwujudan roh nenek moyang, dimainkan oleh dalang pada malam hari. Dengan menempatkan lampu di belakang dan tirai di depannya, anak cucu menyaksikan bayangan itu daribalik tirai. Roh nenek moyang yang masuk pada dalang menyuarakan suara nenek moyang yang berisi naehat-nasehat kepada anak cucu. Kata bayang dalam bahasa indonesia, menjadi wayang dalam bahasa jawa. Setelah pengaruh hindu masuk, nasihat dan kisah nenek moyang tersebut diganti kisah dengan cerita dari Mahabrata dan Ramayana yang lebih menarik. Fungsinya sebagai pertunjukan, sehingga penonton melihatnya dari depan tirai.

Artikel Tentang Perkembangan Kehidupan Masyarakat Berburu hingga Masyarakat Pertanian Di Indonesia

g. Seni batik
Batik merupakan kerajinan membuat gambar pada kain dengan alat yang disebut canting. Lilin yang dicairkan disendok dengan canting dan melalui ujung canting itu keluarlah lilin yang dititik-titikkan pada kain. Dari titik-titik itu diperoleh gambaran pada kain. Bagian kain yang tidak diberi lilin akan menjadi emrah bila kain itu dicelupkan ke dalam air soga. Kemudia ada bagian yang dihilangkan dan akan menjadi biru bila kain itu direndam dalam air nila. Akhirnya bila kain itu dimasukkan dalam air panas maka sisa lilin akan larut, sehingga diperoleh warna putih, biru dan merah mudah. Untuk mempercepat gambaran pada kain digunakan cap sebagai alat.

h. Seni gamelan
Agar pertunjukan wayang dapat dimainkan, maka perlu dibantu oleh gamelan sebagai alat music. Beberapa alat gamelan adalah gong, boning, gambang, rebab, saron dan gendang.
i. Sistem macapat
Macapat artinya tatacara yang didasarkan pada jumlah empat, dengan pusat terletak di tengah. Pusat pemerintahan letaknya di tengah wilayah yang dikuasai. Di pusat yang demikian terdapat alun-alun atau tanah lapang. Di Empat penjuru alun-alun itu terdapat bangunan-bangunan yang penting seperti kraton, tempat pemujaan, pasar dan penjara. Susunan demikian masih banyak dijumpai di kota-kota lama.
j. Membuat kerajinan
Dengan adanya waktu luang saat menunggu hasil panen, ada upaya untuk membuat kerajinan tangan, misalnya gerabah, manic-manik, pakaian dari kulit kayu/kerang, anyaman dan perhiasan. Bahkan pada zaman logam usaha kerajinan perundagian makin berkembang.

3. Ciri-ciri dan Perkembangan kehidupan masyarakat
a.Masa berburu dan Berpindah-pindah
Kehidupan masyarakat berburu dan berpindah-pindah mempunyai ciri-ciri sebagai berikut :
1. Manusia hidup berkelompok dan tempat tinggal mereka berpindah-pindah dari tempat yang satu ke tempat yang lain (nomaden) seiring dengan usaha memenuhi kebutuhan hidupnya
2. Mereka belum mengenal bercocok tanam
3. Kebutuahan makanan mereka tergantung pada alam, serhingga cara mereka mencari makan disebut dengan nama food gathering (mengumpulkan makanan) dan berburu.
4. Alat-alat kebutuhan mereka dibuat dari batu yang belum dihaluskan (masih sangat kasar)
b. Masa bercocok tanam dan menetap
Kehidupan masyarakat masa bercocok tanam dan menetap memiliki ciri-ciri sebagai berikut :
1. Kehidupan mereka sudah mempunyai tempat tinggal yang menetap secara mantap.
2. mereka sudah mengenal bercocok tanam dengan baik.
3. Mereka sudah mampu mengolah bahan makanan sendiri sesuai dengan kebutuhan mereka atau disebut dengan menghasilkan makanan (food producing). Mereka disamping berburu dan menangkap ikan juga telah memelihara binatang-binatang jinak, seperti anjing, babi dan kerbau. Binatang-binatang itu bukan saja dipelihara untuk keperluan konsumsi tetapi juga untuk dapat dipakai sebagai binatang korban.
4. Alat-alat yangdibuat dari batu lebih halus dan macamnya lebih banyak. Seperti kapak, tombak, panah dan lain-lain. Bahkan mereka telah berhasil membuat perhiasan dari gelang-gelang dan biji-biji kalung dari batu.
5. Peradaban mereka sudah lebih maju dan membuat alat-alat rumah tangga yang lebih baik serta telah mengenal seni.

Demikianlah Artikel Tentang Perkembangan Kehidupan Masyarakat Berburu hingga Masyarakat Pertanian Di Indonesia. Semoga bermanfaat.


Tag : Artikel Tentang Perkembangan Kehidupan Masyarakat Berburu hingga Masyarakat Pertanian Di Indonesiam Artikel Tentang Perkembangan Kehidupan Masyarakat Berburu hingga Masyarakat Pertanian Di Indonesiam Artikel Tentang Perkembangan Kehidupan Masyarakat Berburu hingga Masyarakat Pertanian Di Indonesia, Artikel Tentang Perkembangan Kehidupan Masyarakat Berburu hingga Masyarakat Pertanian Di Indonesia, Artikel Tentang Perkembangan Kehidupan Masyarakat Berburu hingga Masyarakat Pertanian Di Indonesia, Artikel Tentang Perkembangan Kehidupan Masyarakat Berburu hingga Masyarakat Pertanian Di Indonesia, Artikel Tentang Perkembangan Kehidupan Masyarakat Berburu hingga Masyarakat Pertanian Di Indonesia, Artikel Tentang Perkembangan Kehidupan Masyarakat Berburu hingga Masyarakat Pertanian Di Indonesia, Artikel Tentang Perkembangan Kehidupan Masyarakat Berburu hingga Masyarakat Pertanian Di Indonesia, Artikel Tentang Perkembangan Kehidupan Masyarakat Berburu hingga Masyarakat Pertanian Di Indonesia

Artikel Tentang Pengertian Etnografi dan Studi Etnografi

Artikel Tentang Pengertian Etnografi dan Studi Etnografi – Hai sahabat, kali ini kita akan membahas tentang Pengertian Etnografi dan Studi Etnografi.

Artikel Tentang Pengertian Etnografi dan Studi Etnografi
Artikel Tentang Pengertian Etnografi dan Studi Etnografi 


1. Pengertian Etnografi

Istilah Etnografi berassal dari kata ethos yang berarti bangsa dan graphy yang berarti tulisan. Jadi, pengertian etnografi adalaha deskripsi tentang bangsa-bangsa. Beberapa pendapat ahli antropologi mengenai pengertian etnografi sebagai berikut :

a. Menurut pendapat spradley dalam Yad Mulyadi (1999), etnografi adalah kegiatan menguraikan dan menjelaskan suatu kebudayaan.
b. Menurut pendapat Spindler dalam Yad Mulyadi (1999), etnografi adalah kegiatan antropologi di lapangan.
c. Menurut pendapat Koentjaraningrat(1985), isi karangan etnografi adalah suatu deskripsi mengenai kebudayaan suatu bangsa.

B. Studi Etnografi

Cara melakukan studi tentang etnografi, bukanlah hal yang mudah karena berkaitan dengan perilaku dan kebiasaan yang dilakukan oleh anggota suatu suku bangsa. Padahal ada suku bangsa yang anggotanya sangat banyak bahkan mencapai jutaan penduduk. Oleh karena itu, seorang ahli antropologi yang menulis tentang sebuah etnografi tentu tidak mampu mencakup keseluruhan penduduk anggota dari suku bangsa yang besar tersebut dalam deskripsinya.

Dalam penulisan etnografi, pada umumnya seorang peneliti membatasi objek penelitian dengan mengambil salah satu unsurkebudayaan yang diteliti dengan sekelompok masyarakat tertentu. Misal : Meneliti sistem kesenian tradisional masyarakat daerah tertentu, meneliti tentang macam-macam upacara adat yang berkembang dalam masyarakat di suatu daerah.

Jika daerah yang dijadikan objek pengamatan terlalu luas pada umumnya peneliti membatasi dengan mengambil bagian kecil daerah tersebut yang dianggap dapat mewaikili keadaan di seluruhh daerah pengamatan. Misaln : Untuk mengamati adat istiadat masyarakat suku jawa diambil daerah penelitian pada masyarakat pedesaan di wilayah Kabupaten Klaten – Surakarta yang dianggap dapat mewaikili keseluruhan perilaku khas orang jawa.

Pada zaman sekarng memang tidak mudah untuk memperoleh daerah yang penduduknya hanya dihuni oleh suku bangsa asli, apalagi jika penelitian dilakukan di kota besar atau desa yang memungkinkan hadirnya kaum pendatang menetap di daerah tersebut.

Dalam penyusunan sebuah karangan etnografi, kita dapat menggunakan tahapan sebagai berikut :
1. Pemilihan lokasi penelitian
Menurut J.A Clifton dalam bukunya yang berjudul Introduction to Cultural Anthropology, batasan lokasi yang akan dipergunakan sebagai penelitian sebagai berikut:
a. Kesatuan masyarakat yang dibatasi oleh satu desa atau lebih.
b. Kesatuan masyarakat yang terdiri atas penduduk yang mengucpakan satu bahasa atau satu logat bahasa yang sama.
c. Kesatuan masyarakat yang dibatasi oleh garis batas suatu daerah politi-administratif.
d. Kesatuan masyarakat yang batasnya ditentukan oleh rasa identitas penduduknya sendiri.
e. Kesatuan masyarakat yang ditentukan oleh suatu wilayah geografi yang merupakan kesatuan daerah fisik.
f. Kesatuan masyarakt yang ditentukan oleh kesatuan ekologi.
g. Kesatuan masyarkat dengan pendduk yang mengalami satu pengalaman sejarah yang sama.
h. Kesatuan masyarkat dengan penduduk yang frekuensi interaksinya satu dan lainnya merata tinggi.
i. Kesatuan masyarakat dengan susunan sosial yang seragam atau homogeny.

Artikel Tentang Pengertian Etnografi dan Studi Etnografi
Artikel Tentang Pengertian Etnografi dan Studi Etnografi 


Dalam karangan etnografi, lokasi penelitian yang telah ditentukan perlu dideskripsikan. Deskripsi lokasi penelitian mengenai hal-hal berikut:
a. Ciri-ciri geografis, yaitu mengenai iklim (misal: tropis, sedang, mediteran dan kutub), sifat daerah (misal : Pegunungan, dataran rendah, dataran tinggi, kepulauan, rawa-rawa, hutan tropical, sabana, stepa, gurun dan sebagainya), keadaan suhu rata-rata dan curah hujan.
b. Ciri-ciri geologi dan geomorfologi yang berkaitan dengan kondisi tanah.
c. Keadaan Flora dan Fauna
d. Data Demografi yang berkaitan dengan kependudukan. Misalnya mengenai : data jumlah penduduk, jenis kelamin, laju natalitas, mortalitas, dan data mengenai migrasi atau mobilitas penduduk.
Untuk melengkapi deskripsi mengenai lokasi penelitian perlu dilengkapi dengan peta-peta yang meemnuhi syarat ilmiah. Peta-peta tersebut melukiskan keadaan lokasi penelitian.

2. Menyusun kerangka Etnografi
Setelah lokasi ditetapkan, maka langkah berikutnya aadalah menentukan bahan mengenai kesatuan kebudayaan suku bangsa di lokasi yang dipilih tersebut. Hal itu merupakan kerangka etnografi.
Penelitian etnografi merupakan penelitian yang merupakan holisitik atau menyeluruh, artinya penelitian etnografi tidak hanya mengarahkan perhatiannya kepada salah satu atau beberapa variable tertentu saja. Hal itu didasarkan pada sistem yang terdiri atas bagian-bagain yang tidak dapat dipisahkan.
Unsur-unsur dalam kebudayaan suatu suku bangsa yang dapatdijadikan sebagai kerangka etnografi sebagai berikut :
a. Bahasa.
b. Sistem teknologi
c. Sistem ekonomi
d. Organisasi sosial
e.. Sistem pengetahuan
f. Kesenian
g. Sistem religi.

Keseluruhan unsure-unsur di atas bersifat universal, artinya semua kebudayaan suku bagsa pasti terdapat unsure-unsur tersebut. Mengenai urutan mana yang menjadi prioritas penelitian dari keseluruhan unsure kebudayaan tersebut ebrgantung sepenuhnya kepada peneliti. Namun, sistem urutan yang biasa dipergunakan dalam studi etnografi diawali dari hal-hal yang bersifat konkret menuju ke hal-hal yang paling abstrak. Dalam hal ini unsure bahasa merupakan salah satu unsure kebudayaan yang paling konker, karena hal pertama yang kita jumpai dalam penelitian terhadap pendudk di suatu daerah adalah bahasa pergaulan yang mereka gunakan sehari-hari. Amat jarang kiranya seseorang langsung menggunakan bahasa isyarat saat pertama bertemu dengan orang asing. Hal yang lazim dilakukan oelh orang saat pertama bertemu dengan orang asing adalah mencoba mengajaknya berkomunikasi dengan bahasa lisan yang biasa ia gunakan.

Dengan mengamati interaksi sesama penduduk, dapat ditemukan jenis bahasa lokal yang mereka gunakans sebagai komunikasi lisan sehari-hari. Dengan menjumpai pemakaian bahasa ini, peneliti dapat menganalisis tentang kedudukan bahasa lokal dikaitkan dengan bahasa resmi yang dipergunakan sebagia bahasa pengantar dalam komunikasi lisan antarpenduduk suku bangsa yang berbeda.

Dengan mengamati sistem teknologi yang berkembang di dalam kehidupan penduduk, peneliti dapat memfokuskan perhatiannya kepada benda-benda kebduayaan dan alat-alat kehidupan sehari-hari yang sifatnya konkret. Berkaitan dengan sistem ekonomi yang menjadi perhatian dalam penulisan etnografi, al yang perlu mendapatkan perhatian dari peneliti adalah jenis mata pencaharian utama yang dilakukan penduduk dalam upaya memenuhi kebutuhan sehari-hari.

Unsur kebudayaan menyangkut tentang organisasi sosial. Unsur kebudayaan sebagai bahan deskripsi kebudayaan, antara lain berkaitan dengan sistem kekerabatan yang dianut, sistem pemerintahan, pembagian kerja,ataupun aktivitas sosial yang sifatnya kolektif dan mencerimkan suatu birokrasi.

Penulisan deksripsi kebudayaan yang menyangkut sistem pengetahuan adalah hal-hal yang berkaitan dengan upaya penduduk untuk mempertahankan dan mengembangkan kebudayaanya, termasuk dalam hal ini adalah bgaimana penduduk berupaya melakukan adaptasi terhadap lingkungan alam sekitarnya. Sebagai contoh, untuk meningkatkan peroduksi pertanian, penduduk mengembangkan sistem pertanian hidrphonik dengan memanfaatkan setiap jengkal tempat yang kosong untuk ditanami sayuran atau buah-buah di dalam pot tanpa menggantungkan tersedianyna lahan pertanian yang luas.
Deskripsi tentang sistem kesenian yang ada dalam kehidupan masyarakat mencakup tentang berbagai bidang seni yang menunjukkan identitas khas masyarakat/suku bangsa tersebut. Bidang seni yang menunjukkan identitas khas masyarakat/suku bangsa, antara lain seni bangunan, seni lukis, seni tari, seni music tradisional, dan seni vokal.

Deskripsi tentan sistem religi yang dianut masyarakat/suku bangsa di daerah penelitian berkaitan dengan kepercayaan, gagasan, ataupun keyakinan-keyakinan yang berkembang di dalam kehidupan masyarakat/suku bangsa tersebut. Oleh karena itu, peneliti harus tanggap terhadap unsure dalam sistem religi tersebut.

3. Menemukan metodologi penelitian

Studi etnografi tidak terlepas dari teknik yang dipergunakan dalam melaksanakan penelitian etnografi, karena etnografi merupakan sebuah pendekatan penelitian secara teoritis. Oleh karena itu, sebuah peneliti di lapangan terlebih dahulu menguasai metode-metode yang berkaitan dengan kegiatan penelitiannya.

Bnayak metode yang dipilih dalam melaksanakan studi etnografi. Metode yang paling tepat digunakan, antara lain metode observasi dan metode interview.

a. metode Observasi
Observasi atau pengamatan merupakan salah satu metode yang dipergunakan dalam penelitian. Dalam arti sempit, metode observasi dilakukan melalui pengamatan dan pencatatan secara sistematis terhadap fenomena-fenomena yang diselidiki. Dalam arti luas, observasi merupakan proses yang komplek dan tersusun dari berbagai proses biologis maupun psikologis. Dalam metode observasi yang terpenting adalah pengamatan dan ingatan.
Kemungkinan penyimpangan-penyimpangan yang terjadi dalam proses pengamatan dapat diatasi dengan cara sebagai berikut :
1. Menyediakan waktu yang lebih banyak agar dapat melihat objek yang komplek dari berbagai segi secara berulang-ulang.
2. Menggunakan orang (Petugas pengamat/observers) yang lebih banyak untuk melihat objeknya dari segi-segi tertentu dan mengintegrasikan hasil-hasil penyelidikan mereka gar diperoleh gambaran tentang keseluruhan objeknya.
3. Mengambil lebih banyak objek yang sejenis agar dalam jangka waktu yang terbatas dapat disoroti objek-bojke itu dari segi-segi yang berdeda-beda oleh penyelidik yang terbatas jumlahnya.
Untuk mengatasi keterbatasan ingatan dalam proses observasi dapat diantisipasi dengan cara sebagai berikut :
1. Mengadakan pencatatan biasa atau dengan menggunakan check list.
2. Menggunakan alat-alat mekanik (mechanical device) seperti tape recorder, kamera dan vide. Alat-alat tersebut berfungsi mengabadikan fenomena yang sedang diamati.
3. Menggunakan lebih banyak observers.
4. Memusatkan perhatian pada data yang relevan.
5. Mengklasifikasikan gejala-gejala secara tepat.
6. Menambah bahan apersepsi tentang objek yang akan diamati.
Menurut rummel, beberapa petunjuk yang dapat diikuti dalam melaksanakan obserbasi antara lain sebagai berikut :
1. Terlebih dahulu mencari informasi mengenai hal-hal yang akan diamati.
2. Tetapkan tujuan-tujuan umum dan tujuan-tujuan khusus yang dicapai melalui observasi tersebut.
3. Tetapkan suatu cara tertentu untuk mencatat hasil-hasil observasi.
4. Lakukan pembatasan terhadap macam-macam tingkat kategori yang akan dipergunakan.
5. Lakukan observasi secermat-cermatnya.
6. Catatlah setiap gejala yang muncul secara terpisah.
7. Pelajarilah secara baik dan kuasai cara pemakaian alat-alat pencatan dan tata cara mencatat hasil pengmatan sebelum melakukan observasi.
Menurut Jehoda, observasi menjadi alat penelitian ilmiah, apabila:
1. Mengabdi kepada tujuan-tujuan penelitian yang telah dirumuskan
2. Direncanakan secara sistematik, bukan terjadi secara tidak teratur.
3. Dicatat dan dihubungkan secara sistematik dengan prosisi-prosisi yang lebih umum, dan tidak hanya dilaksanakan untuk memenuhi rasa ingin tahu saja, dan
4. Dapat dicheck dan dikontrol validitas, reliabilitas, dan ketelitannya sebagaimana data ilmiah lainnya.
Menurut Good, observasi dalam metodologi penelitian mengandung enam ciri sebagai berikut :
1. Observasi memilih arah yang khusus
2. Observasi ilmiah tentang tingkah laku adalah sistematik.
3. Observasi bersifat kuantitatif.
4. Observasi mengadakan pencatatan dengan segera.
5. Observasi menuntut adanya keahlian.
6. Hasil-hasil observasi dapat dicheck dan dibuktikan untuk menjamin reliabilitas dan validitasnya.
Untuk melaksanakan metode observasi, peneliti dapat memilih teknik-teknik observasi yang tepat sesuai dengan situasi dan kondisi. Adapun teknik observasi yang dapat dipiliih, antara lain :
1. Observasi partisipan – observasi nonpartisipan
2. Observasi sistematik – observasi nonsistematik
3. Observasi eksperimental – Observasi Noneksperimental

Untuk memahami, marilah kita pelajari satu persatu.

1. Observasi partisipan – Obserbasi Nonpartisipan
Observasi partisipan pada umumnya dipergunakan dalam penelitian yang sifatnya eksploratif, termasuk dalam menyusun karangan etnografi. Observasi partisipan adalah obserbasi yang dilakukan dimana observers atau orang yang melakukan observasi turut ambil bagian dalam kehidupan masyarakat yang diobservasi. Sebagai contoh, untuk meneliti pola kehidupan kaum gelandangan maka observes turut membaur dalam kehidupan para glandangan tersebut.
Dalam menggunakan teknik observasi partisipan ini, seorang observers perlu memerphatikan masalah-masalah berikut :
a. Materi apa saja yang akan diobservasi. Untuk keperluan ini, observers dapat menyiapkan daftar mengenai hal-hal yang akan diamati.
b. Waktu dan bentuk pencatatan. Saat pencatatan yang baik adalah model “On The spot”, yaitu melakukan pencatatan segera saat pengamatan berlangsung. Tiap pencatatan dapat dilakukan dalam dua bentuk, yaitu bentuk kronologis dan bentuk sistematik. Bentuk kronologis didasarkan pada urutan kejadiannya, sedangkan bentuk sistematik, yaitu memasukkan tiap-tiap kejadian dalam kategori masing-masing tanpa memperhatikan urutan kejadiannya.
c. Hubungan baik antara observers dengan objek yang diamati (Observees). Untuk mewujudkan hubungan yang baik antara observers dengan observes dapat dilakukan dengan cara ;
- Mencegah timbulnya kecurigaan-kecurigaan
- Mengadakan good raport, yaitu hubungan antrapribadi yang ditandai oleh semangat kerja sama, saling mempercayai, dan saling membantu antara observers dengan observes.
- Menjaga agar situasi dalam masyarakat yang diamai tetap dalam situasi yang wajar.
d. Intensi dan ekstensi keterlibatan observes dalam partisipasi, yaitu sejauh mana keterlibatan observers dalam observasi partisipan. Dlam hal ini observers dapat mengambil bagian dalam kegiatan observasi, yaitu sebgai berikut:
- Peneliti (Observers) mengikuti kegiatan objek yang diamati (observes) hanya pada saat-saat tertentu saja yang oleh peneliti dianggap penting. Hal itu sering disebut sebagai partisipasi sebagian.
- Peneliti mengikuti seluruh kegiatan objek yang diamati dari awal sampai akhir kegiatan penelitian tersebut. Hal itu sering disebut sebagai partisipasi penuh.
Adapun sejauh mana tingkat keterlibatan atau partisipasi peneliti dalam setiap kegiatan pengamatan adalah sebagai berikut :
- Peneliti semaksimal mungkin turut terlibat atau mengikuti setiap kegiatan yang dilakukan oleh objek yang diamati. Dalam hal ini peneliti terlibat secara intensif.
- Peneliti hanya sedikit ambil bagian dalam kegiatan objek yang diamati. Dalam hal ini peneliti tidak sepenuhnya terlibat, hanya sekilas saja.
Penentuan tersebut sepenuhnya ada pada kemauan observers.
Adapun observasi non partisipan adalah observasi yang dilakukan dimana observes sama sekali tidak ikut terjun dalam kegiatan objek yang diamati.
2. Observasi sistematik- observasi nonsistematik
Observasi sistematik sering disebut sebagai observasi berstruktur. Observasi sistematik adalah observasi yang dilakukan berdasarkan kerangka pengamatan yang telah disiapkan sebalumnya. Di dalam kerangka pengamatan tersebut memuat hal-hal sebagai berikut :
a. Materi yang akan diobservasi. Materi yang akan dionservasi pada umumnya telah dibadati, sehingga observers tidak memiliki kebebasan dalam melakukan pengamatan.
b. Cara-cara penatatan hasil observasi. Cara pencatatan hasil observasi dilakukan berdasarkan daftar pertanyaan atau permasalahan yang telah dirumuskan terlebih dahulu, serhingga memudahkan untuk mengadakan kuantifikasi terhadap hasil pengamatan. Pembuatan daftar ini diawali dengan kegiatan sebagai berikut :
- Observasi pendahuluan
- Perumusan sementara (konsep)
- Adanya uji coba terhadap konsep yang telah disusun
- Perbaikan dari hasil uji coba
- Dilakukan uji coba lagi – diperbaiki – diuji cobakan, dan seterusnya hingga diperoleh rumusan yang final.
c. Hubungan antara observers dengan observes. Dalam hal ini, perlu adanya kerja sama yang baik antara observers dan observes, sehingga pengamatan dapat berlangsung dalam situasi sewajarnya/tidak dibuat-buat.
Adapun observasi nonsistematik adalah observasi yang berlangsung secara spontan/bebas tanpa adanya kerangka pengamatan. Observasi ini sering disebut sebagai observasi tak berstruktur.
3. Observasi Ekperimental – Observasi Noneksperimental. Observasi Ekperimental sering disebut sebagai observasi dalam situasi tes. Ciri-ciri observasi ekperimental adalah:
- Observers dihadapkan pada situasi perangsang yang dibuat seseragam mungkin untuk semua observes
- Situasi dibuat sedemikian rupa untukmemungkinkan variasi timbulnya tingkah laku yang akan diamati oleh observers.
- Situasi dibuat sedemikian rupa, sehingga observes tidak mengetahui maksud yang sebenarnya dari kegiatan observasi tersebut.
- Observers membuat catatan-catatan dengan teliti mengenai cara-cara observees mengadakan aksi-reaksi, bukan hanya jumlah aksi-reaksi semata.
Observasi eksperimental dipandang sebagai cara penyelidikan yang relative murni untuk menyelidiki pengaruh kondisi-kondisi tertentu terhadap tingkah laku manusia. Dalam hal ini, faktor-faktor yang dapat memengaruhi tingkah laku observees telah dikontrol secermat-cermatnya, sehingga tinggal satu atau dua faktor untuk diamati sejauh mana pengaruhnya terhadap dimensi-dimensi tertentu dari tingkah laku.

Demikianlah Artikel Tentang Pengertian Etnografi dan Studi Etnografi. Semoga bermanfaat.


Tag : Artikel Tentang Pengertian Etnografi dan Studi Etnografi , Artikel Tentang Pengertian Etnografi dan Studi Etnografi , Artikel Tentang Pengertian Etnografi dan Studi Etnografi , Artikel Tentang Pengertian Etnografi dan Studi Etnografi  Artikel Tentang Pengertian Etnografi dan Studi Etnografi , Artikel Tentang Pengertian Etnografi dan Studi Etnografi , Artikel Tentang Pengertian Etnografi dan Studi Etnografi , Artikel Tentang Pengertian Etnografi dan Studi Etnografi , Artikel Tentang Pengertian Etnografi dan Studi Etnografi , Artikel Tentang Pengertian Etnografi dan Studi Etnografi 

Baca Juga

Artikel Tentang Hasil Budaya Manusia Purba Dalam Sejarah (Zaman Batu dan Zaman Logam)

Artikel Tentang Hasil Budaya Manusia Purba Dalam Sejarah (Zaman Batu dan Zaman Logam) – Hai sahabat, kali ini kita akan membahas tentang A...