Kehidupan Beberapa suku Bangsa Indonesia yang
menggambarkan kebudayaan Suku Bangsa – Hai sahabat, Pada artikel kali ini kita
akan membahas tentang kehidupan beberapa suku bangsa indonesia yang
menggambarkan kebudayaan suku bangsa yang dikutip dari buku Zulyani (1999).
Yuk, langsung dibahas.
Kehidupan Beberapa suku Bangsa Indonesia yang menggambarkan kebudayaan Suku Bangsa |
a. Suku Bangsa Aceh
Suku bangsa aceh merupakan hasil pembauran beberapa
bangsa pendatang dengan beberapa suku bangsa asli di Sumatera, yaitu dari arab,
India, Persia, Turki, Melayu, Minangkabau, Nias, Jawa dan lain-lain. Asimiliasi
suku bangsa Aceh dengan suku bangsa lain melahirkan suku bangsa baru, yaitu
suku bangsa aneuk Jame dan Singkil. Daerah yang didiami suku bangsa Aceh biasa
disebut dengan Serambi Mekah karena Aceh adalah pintu gerbang pertama masuknya
agama Islam ke Indonesia, yaitu sekitar abad ke 12-14 Masehi. Lebar (1964)
membagi suku bangsa Aceh menjadi orang Aceh pegunungan (ureung gunong) dan
orang Aceh daratan (Ureung baroh).
Masyarakat Aceh sebagian besar hidup dari mata
pencaharian bercocok tanam padi di sawah dan ladang. Sebagian ada pula yang
berkebun kelapa, cengkeh, kopi, lada, kelapa sawit, dan lain-lain. Mereka yang
bermukim di pesisir pantai atau sungai pada umumnya bekerja sebagai nelayan.
Bahasa Aceh termasuk ke dalam rumpun bahasa Austronesia. Bahasa Aceh terdiri
dari beberapa dialek, seperti dialek Pidie, Meulaboh, Matang, Aceh besar dan
Tunong.
Bentuk kelompok kekerabatan utama dalam masyarakat
Aceh adalah keluarga Inti, karena umumnya anggota rumah tangga terdiri dari
ayah, ibu dan anak-anaknya saja. Prinsip garis keturunannya adalah bilineal. Kerabatan
dari pihak ayah disebut wali atau biek, sedangkan kerabat dari ibu disebut
karong atau koy.
Bentuk pemukiman yang menjadi dasar kesatuan hidup
komunalnya disebut gampong (kampung atau desa) yang umumnya terletak di pesisir
dan dekat aliran sungai, selebihnya tersebat di daerah perbukitan, lembah dan
pinggir hutan. Di setiap gampong ada sebuah meunasah (madrasah) atau dayah
(pesantren) dan meusegit (masjid). Orang Aceh adalah penganut agama islam yang
taat. Meskipun begitu, diantara mereka ada yang masih menjalankan praktik
kepercayaan animism dan dinamisme.
Kesenian Aceh banyak dipengaruhi oleh kebudayaan
islam, namun telah dikembangkan dan disesuaikan dengan lingkungan sosial budaya
Aceh sendiri. Seni kaligrafi Arab juga banyak berkembang di daerah ini, seperti
terlihat pada berbagai ukiran dan relief masjid, rumah dan surau mereka. Seni
tari yang terkenal dari Aceh adalah seudati, sudati inong dan suedati tuning.
Kehidupan Beberapa suku Bangsa Indonesia yang menggambarkan kebudayaan Suku Bangsa |
b. Suku Bangsa Baduy
Orang baduy dianggap juga sebagai bagian dari suku
bangsa sunda karena sebagian besar unsure budaya dan bahasanya sama dengan
kebudayaan sunda. Masyarakat baduy terbagi ke dalam dua kelompok, yaitu
kelompok Baduy dalam yang disebut juga Urang Kejeroan dan Kelompok Baduy Luar
yang disebut juga Urang Kaluaran dan Urang Panamping. Bahasa yang digunakan
orang Baduy adalh bahasa sunda dialek, yang dianggap sebagai bahasa sunda
kasar, karena tidak emmaki undak-usuk bahasa (gaya bahasa untuk membedakan
golongan lawan bicara), tetapi ada tekanan dalam pengucapan untuk membedakan
arti. Orang baduy sangat mematuhi larangan memakai kata-kata buyut (tabu).
Mata pencaharian utama masyarakat Baduy adalah
berladang, tebang dan bakar hutan untuk menanm padi. Perladangan ini mereka
sebu pahumaan (bertanam padi di huma atau ladang). Kesatuan kerja pengolah huma
adalah keluarga inti. Mata pencaharian mereka selain berladang adalah mencari
kayu dan hasil hutan.
Prinsip hubungan kekerabatan orang Baduy adalah
bilateral, meskipun bentuk garis keturunan patrilineal kadang-kadang lebih
dominan, ini nampak pada pemakaian nama ayah di belakang nama seseorang.
Keluarga inti tinggal di rumah sendiri, tetapi paa awal masa perkawinan mereka
masih tinggal di rumah orang tua pengantin perempuan. Perkawinan ideal pada
masyarakat Baduy adalah perkawinan antaraudara sepupu, tetapi pengantin
laki-laki syaratnya harus anak saudara lelaki tertua (kakak), syarat ini
disebut ngorakeun kolot.
Pemimpin masyarakat Baduy secara adat dan spiritual
adalah seorang pu’un yang berkdudukan di wilayah kajeroan yang sering pula
disebut tangtu atau Baduy dalam. Orang Baduy nampaknya juga mempunyai pelapisan
sosial. Pertama adalah kelompok pu’un dan kerabatnya. Kedua kelompok pembantu
pu’un seperti baeresan, tangkesan, jaro tantgu, jaro dangka dan palawari.
Ketiga kelompok pemimpin formal seperti lurah dan para pembantunya, jaro
pareman (bekas kepala kampung) dan dukun kemudian orang Baduy penamping dan
yang terakhir orang Baduy dangka.
Orang Baduy menganut agama yang mereka sebut dengan
Sunda Wiwitan, yaitu kepercayaan yang mengakui agama islam, tetapi tidak
menjalankan ajarannya sebaliknya, tetap menjalankan kepercayaan dan memegang
teguh adat istiadat aslinya. Mereka memuja Batar Tujuh dan roh kakek Moyang
yang mereka sebut Karuhun atau Wangatua atau para munggu. Selain itu, juga
memuja Dewi Padi (Pohaci Sanghyang Asri).
c. Suku bangsa sikka
Suku bangsa sikka berdiam di daerah antara Lio, dan
larantuka, kabupaten Sikka, daratan Pulau Flores, Provinsi Nusa Tenggara Timur.
Nama SIkka kemungkinan berasal dari kerajaan sikka yang pernah berdiri. Mereka
menyebut dirinya dengan Ata Sikka (orang Sikka). Bahasa mereka sangat dekat
dengan bahsaa penduduk di Pulau Solor, yaitu sama-sama kelas bahasa Ambon-Timor
dari kelompok bahasa Papuan.
Kehidupan ekonomi orang Sikka sangat tergantung kepada
perladangan dengan tanaman pokok padi dan jagung, ditambah dengan singkong,
sorgum dan ubi jalar manis. Sebagian kecil juga beternak sapi, kambing, kuda,
itik dan ayam. Penduduk yang tinggal dekat pantai bisa pula menangkap ikan,
tetapi mreeka bukan masyarakat nelayan yang menggantungkan hidup dari hasil
laut.
Pola perkampungan tradisional mereka memanfaatkan
darah perbukitan dan lembah yang strategis untuk keamanan, kampung tradisional
tersebut memusat pada sebuah batu altar persembahan yang disebut mahe. Dalam
kampung terdapat sebuah rumah adat yang disebut woga, yaitu semacam rumah
bujang tempat upacara-upacara adat dan keagamaan, seperti tradisi bersunat.
Sekarang sebagian sudah membuat pemukiman dengan pola mengikuti jalur jalan
raya dan ditandai oleh sebuah bangunan gereja sebagai pusat keagamaan warga.
Masyarakat SIkka Barat cenderung menganut hubungan
patrinlineal, sedangkan orang Sikka timur lebih fleksibel dengan kekerabatan
ambilinealnya, dimana anak-anak mengikuti gari keturunan dari kelompok keluarga
luas kemana orangtua mereka menetap. Orang sikak sangat mengutamakan keluarga
luas. Orang Sikka barat menyebutnya dengan ku’at atau ku’at wungung, dan orang
Sikka Timur menamainya dengan suku.
Agama katolik sudah masuk ke dalam masyarakat Sikka
sejak zaman raja-raja Sikka dulu, sehingga kehidupan seremonal suda sejak lama
pula diwarnai oleh ritus katolik. Religi tradisional orang Sikka adalah
kepercayaan kepada dewa-dewa. Dewa utama adalah pasangan Lero Wulang dan Niang
Tana, yaitu simbol bulan-matahari dan bumi. Selain itu ada pula dewa-dewa yang
berkaitan dengan kehidupan sehair-hari dan kematian. Ritus Religi lama yang
mengharuskan setiap remaja lelaki disunat dan tida ada lagi sejak Ritus Katolik
mereka terima sepenuhnya.
Demikianlah Kehidupan Beberapa suku Bangsa Indonesia
yang menggambarkan kebudayaan Suku Bangsa. Semoga bermanfaat.
Baca juga artikel sebelumnya : Artikel Tentang Budaya Lokal Dan Contoh-Contoh Budaya Lokal
Tidak ada komentar:
Posting Komentar