Artikel Tentang Faktor penyebab dan Konsekuensi
Mobilitas sosial – Hai sahabat, pada artikel kali ini kita akan membahas
tentang faktor penyebab dan konsekuensi mobilitas sosial. Yuk, langsung dibaca.
Artikel Tentang Faktor penyebab dan Konsekuensi Mobilitas sosial |
Perubahan status sosial seseorang di dalam
masyarakat tidaklah terjadi begitu saja. Ada beberapa faktor yang menentukan
proses terjadinya dan arah pergeserannya. Setelah faktor-faktor itu menyebabkan
terjadinya mobilitas sosial, serangkaian akibatnya pun muncul. Akibat-akibat
itu merupakan konsekuensi dari proses mobilitas sosial. Berikut ini akan kita
bicarakan kedua hal tersebut.
1. Faktor penyebab mobilitas sosial
Banyak fakotr yang dapat menentukan terjadinya
mobilitas sosiall yang dialami seseorang. Faktor-faktor itu dikelompokkan
menjadi tiga, yaitu faktor struktur sosial, faktor kemampuan individu, dan
faktor kemujuran. Faktor struktur sosial meliputi ketersediaan lapangan kerja
(kesempatan), sistem ekonomi dalam suatu masyarakat (Negara), dan tingkat
kelahiran dan kematian penduduk. Faktor individu meliputi faktor pendidikan,
etos kerja, cara bersikap terhadap diri sendiri dan terhadap orang lain, dan
faktor yang perannya sangat kecil namun sulit disangkal keberadaanya adalah
kemujuran atau nasib baik. Semua faktor tersebut dapat membuat orang memperoleh
kesempatan untuk memiliki materi (kekayaan) lebih banyak, kenaikan pangkat
(jabatan), atau sebaliknya. Berikut ini dijelaskan ketiga faktor tersebut.
a. Faktor struktur sosial
Setiap masyarakat memiliki struktur sosia berbeda.
Masyarakat pertanian tradisional, lebih banyak menyediakan pekerjaan kasar
mengolah sawah, dan hanya sedikit menyediakan lapangan kerja yang bergengsi
seperti menjadi pengusaa penggilingan padi atau pedagang besar hasil dan sarana
pertanian. Demikian pula masyarakat tradisional nelayan, yang lebih banyak
memberikan pekerjaan sebagai pencari dan pengolah ikan, sebaliknya anya
lapangan kerja tersedia ntuk menjadi pengusaha di bidang perikanan, distributor
atau pemilik kapal besar.
Hal ini berbeda dengan masyarakat industri modern.
Berbagai lapangan pekerjaan banyak tersedia, mulai dari tenaga produksi,
pengawass atau mandor, pemasar produk, periklanan, manajer hingga pemimpin dan
pemilik perusahaan. Semakin banyak perusahaan berdiri maka semakin banyak
lapangan pekerjaan yang tersedia. Dengan demikian, semakin banyak pula peluang
terjadinya mobilitas sosial. Orang juga memiliki peluang lebih besar berganti
pekerjaan dibandingkan dengan masyarakat pertanian atua nelayan tradisional.
Artikel Tentang Faktor penyebab dan Konsekuensi Mobilitas sosial |
Dengan melihat faktor ini, kita menjadi paham
mengapa di negar akita selam ini selalu terjadi urbanisasi. Pemuda-pemuda desa
berbondong-bondong ke kota mencari pekerjaan. Maraknya pertumbuhan industri di
kota menjanjikan kesempatan bagi mereka untuk mengalami mobilitas soial
vertikal. Perkerjaan tradisional sebagai petani dianggap tidak menarik dan
kurang memberikan hasil. Sementara itu banyak tersedia pekerjaan di kota, mulai
dari pekerja pabrik hingga menjadi tenaga eksekutif. Bahkan, apabila beruntung
dapat menjadi pemilik usaha yang cukup besar dengan jaringan yang luas. Di desa
kemungkan seperti itu sangat sulit terjadi.
Sistem ekonomi yang diterapkan sebuah Negara sering
pula berpengaruh terhadap pertumbuhan industri. Pembatasan pertumbuhan industri
tertentu yang disebabkan oleh regulasi pemerintah berdampak terhadap
berkurangnya pertambahan lapangan kerja. Akibatnya semakin sulit pula orang
mencari pekerjana. Sebaliknya, apabila pemerinta membuka seluas-luasnya
kesempatan mendirikan industri, maka semakin banyak pula kesempatan kerja.
Namun, untuk Negara-negara berkembang seperti di Indonesia, kekebasan berusaha
harus tetap melindungi warga masyarakat lokal (pribumi) dari serbuan pengusaha
asingyang lebih berpengalaman. Jika para penanam modal asing dibebaskan seluas-luasnya,
maka para pengusaha pribumi akan tersingkir. Pekerjaan-pekerjaan kelas atas
hanya akan dinikmati orang-orang asing yang lebih terampil. Akibatnya mobilita
sosial vertikal naik tidak dinikmati orang-orang lokal.
Ketersedian lapangan pekerjaan yang berdampak
langsung terhadap kesempatan mobilitas sosial juga dipengaruhi oleh angka
pertumbuhan penduduk. Bila saat ini terjadi angka kelahiran tinggi, maka dapat
diramalkan dua puluh tahun lagi akan terjadi ledakan jumlah pencari kerja.
Seandainya tingkat pertumbuhan lapangan kerja tetap, sedangkan jumlah pendudk
bertambah, tentu akan terjadi kelebihan tenaga kerja. Semakin banyak pencari
kerja berarti semakin kecil peluang terjadinya mobilitas sosial naik. Oleh
karena itu, angka kelahiran turut menentukan mobilitas sosial.
Seluas apapun kesempatan mobilitas terbuka bagi
semua orang. Jiaka orang tersebut tidak memiliki kemampuan untuk mencapainya,
maka tidak mungkin terjadi mobilitas naik. Sebaliknya, ketidakmampuan seseorang
dalam mempertahankan kedudukan sosialnya justru dapat menyebabkan terjadinya
mobilitas menurun.
Kemampuan seseorang dipengaruhi oleh tingkat
pendidikannya. Semakin terdidik seseorang biasanya semakin cakap. Akan tetapi,
kemampuan tidak dapat disamakan dengan prestasi akademik (nilai mata pelajaran)
di sekolah. Angka yang tinggi di bangku sekolah tidak menjamin keberhasialn
seseorang dalam hidup. Sebabn, angka (nilai) tinggi hanya menunjukkan salah
satu aspek kecerdasan, yaitu kecerdasan intelektual. Padahal untuk berhasil
dalam hidup, seseorang tidak hanya dapat mengadalkan kecerdasan intelektual
semata. Aspek-aspek kecerdasan lainnya perlu dikembangkan melalui pendidikan,
diantara kecerdasan emosional, kecerdasan sosial, kecerdasan spiritual,
kecerdasan eksistensial, kecerdasan kinestik dan kecerdasan motorik. Semua
aspek kecerdasan tersebut dapat memengaruhi keberhasilan seseorang dalam hidup
sehingga perlu dikembangkan di sekolah. Apakah adanda di sekolah telah
merasakan hal demikian?
Misalnya, orang yang memiliki kemampuan melukis atau
bernyanyi ternyata sukses dalam hidupnya. Orang-orang seperti itu mungkin saca
tidak cerdas secara intelektual, tetapi kemampuan dalam berolah seni (estetika)
telah membuatnya mencapai kedudukan sosial ekonomi bagus. Demikian juga para
olahragawan yang telah membuktikan kemampuannya dalam bidang oleh tubuh
(kinestik).
Artikel Tentang Faktor penyebab dan Konsekuensi Mobilitas sosial |
C. Faktor keberuntungan
Faktor keberuntungan sebenarnya mempunyai peranan
yang kecil dalam keberhasilan seseorang. Setiap orang yang berhasil dalam
hidupnya mengakui bahwa sebagian besar keberhasilannya adalah hasil dari usaha
keras. Kebrahsilan tidak datang dengan tiba-tiba tanpa diupayakan. Peran faktor
keberuntungan hanyalah 1% sedangkan 99% adalah kerja keras. Oleh karena itu,
agama mengajarkan kepada kita untuk bekerja dan berdoa. Usaha yang pertama
adalah bekerja dan berusaha, sedangkan doa ada pada urutan berikutnya. Walaupun
faktor keberuntungan turut menjadi penentu, namun kita hendaknya jangan
bersikap fatalistic atua menyerah kepada takdir. Sebab, Tuhan tidak akan
memberikan kesuksesan tanpa orang itu mengusahakannya sendiri.
2. Konsekuensi Mobilitas sosial
Berikut ini akan kita bahas tentang Konsekuensi
Mobilitas sosial
a. Penyesuaian diri terhadap lingkungan baru
Gaya hidup setiap ekals dan kelompok sosial selalu
berbeda. Gaya hidup kelas atas berbeda dengan gaya hidup kelas menengah atau
kelas bawah. Perbedaan kultur antarkelompok sosial yang tercemin dalam gaya
hidup seperti ini serng menjadi tantangan bagi anggota yang baru masuk melalui
proses mobilitas sosial.
Kelompok sosial yang dianmakan masyaraka desa,
biasanya sangat menjunjung tinggi nilai kebersamaan, gotong royong, dan
paguyuban. Berbeda dengan kultur masyarakat kota yang bersifat individualistis,
mementingkan diri sendiri dan impersonal. Misalnya, seseorang yang telah
bertahun-tahun hidup di kota besar, setelah berhenti dari pekerjaanya diaa
memuntuskan untuk menghabiskan masa tuanya di desa kelahirannya. Apabila dia
ingin diterima sebagai warga desa yang baik, maka dia harus menyesuaikan diri
dengan situasi, kondisi, tradisi, budaya di desa. Kehidupan individualistis dan
mementingkan diri sendiri harus sedikit demi sedikit ditinggalkan.
Penyesuaian diri seperti ini berlaku bagi siapa saja
yang memasuki kelas kelompok sosial baru sebagai mobilitas sosial.
Penyesuaian diri seperti ini dapat terjadi dengan
baik jika lingkungan baru yang dimasuki mau menerima kehadiran pendatang baru.
Apabila ditolak, maka mobilitas yang dialami seseorang menghadapi konsekuensi
kedua, yaitu konflik.
b. Konflik dengan lingkungan baru
Seseorang tidak selalu dapat diterima di semua kelas
dan kelompok sosial. Orang-orang berprilaku menyimpang biasanya selalu
menghadapi konflik dengan lingkungan dimanpun dia berada. Orang yang diketahui
suka mabuk, mengkonsumsi narkoba, para penjaja s3ks, atau suka menganggu orang
lain biasanya selalu ditolak di kelas atua kelompok sosial manapun.
Kehadirannya dianggap sebagai pengganggu keamanan dan kenyamanan masyarakat.
Oleh karena itu, tidak aneh apabila kita sering mendengar berita adanya warga
masyarakat yang mengusir pendatang baru yang kehadirannya justru dinilai
menganggu ketertibam.
Mobilitas yang menyebabkan terjadinya konflik,
misalnya kasus kembalinya narapidana ke lingkungan asalnya. Masyarakat setempat
biasanya masih menaruh curiga terhadap residivis tersebut. Kecurigaan
amsyarakat seringkali diekspresikan dengancara mengorganisir atau membuat
desas-desus sesama anggota masyarakat untuk menolak residivis tersebut kembali ke lingkungannya, sehingga terjadila
konflik.
Ketidak mampuan seseorang dalam menyesuaikan diri
dengan lingkungan baru juga sering menimbulkan konflik. Misalnya, seseorang
yang suka berhura-hura, hidup bebas semaunya; tiba-tiba suatu saat harus pindah
ke lingungan baru yang terbiasa tenang dan tertib. Di satu sisi, orang tersebut
terbiasa hidup bebas dan hura, hura, sehingga tidak suka kalau kebebasannya
dibatas.Di sisi lain, mayarakat tidak mau ketenangan dan ketertibannya diusik
pendatang baru yang dinilainya kurang tata karma. Terjadilah pertentangan antara
masyarakat dengan pedatang baru itu.
c. Adanya harapan dan kekecewaan
Struktur masyarakat yang terbuka telah membuka
kesempatan terjadnya mobilitas secara luas. Setiap roang bisa mencapai status
sosial yang diinginkannya asal berusaha keras. Lebih-lebih dalam masyarakat
demokratis yang memberikan kesempatan sama kepada semua warganya. Tidak ada
halngan bagi siapapun untuk mencapai kedudukan, pekerjaan, atau penghasilan
yang lebih tinggi. Keterbukaan ini memberikan kesempatan untuk terjadinya
mobilitas naik, jugasekaligus memberikan kemudahan pula untuk terjadinya
mobilitas menurun, akibatnya, penurunan status dan kenaikan status sosial
memiliki peluang yang sama untuk dialama seseorang. Baik peningkatan maupun
penurunan status dapat berdampak positif dan negative.
Demikianlah Artikel Tentang Faktor penyebab dan
Konsekuensi Mobilitas sosial. Semoga bermanfaat.
Baca juga artikel sebelumnya : Artikel Yang Membahas Tentang Arah dan Saluran Mobilitas Sosial
Tidak ada komentar:
Posting Komentar