https://shope.ee/6Kb2s7Y65L

Artikel Tentang Faktor penyebab dan Konsekuensi Mobilitas sosial

Artikel Tentang Faktor penyebab dan Konsekuensi Mobilitas sosial – Hai sahabat, pada artikel kali ini kita akan membahas tentang faktor penyebab dan konsekuensi mobilitas sosial. Yuk, langsung dibaca.

Artikel Tentang Faktor penyebab dan Konsekuensi Mobilitas sosial
Artikel Tentang Faktor penyebab dan Konsekuensi Mobilitas sosial 


Perubahan status sosial seseorang di dalam masyarakat tidaklah terjadi begitu saja. Ada beberapa faktor yang menentukan proses terjadinya dan arah pergeserannya. Setelah faktor-faktor itu menyebabkan terjadinya mobilitas sosial, serangkaian akibatnya pun muncul. Akibat-akibat itu merupakan konsekuensi dari proses mobilitas sosial. Berikut ini akan kita bicarakan kedua hal tersebut.

1. Faktor penyebab mobilitas sosial

Banyak fakotr yang dapat menentukan terjadinya mobilitas sosiall yang dialami seseorang. Faktor-faktor itu dikelompokkan menjadi tiga, yaitu faktor struktur sosial, faktor kemampuan individu, dan faktor kemujuran. Faktor struktur sosial meliputi ketersediaan lapangan kerja (kesempatan), sistem ekonomi dalam suatu masyarakat (Negara), dan tingkat kelahiran dan kematian penduduk. Faktor individu meliputi faktor pendidikan, etos kerja, cara bersikap terhadap diri sendiri dan terhadap orang lain, dan faktor yang perannya sangat kecil namun sulit disangkal keberadaanya adalah kemujuran atau nasib baik. Semua faktor tersebut dapat membuat orang memperoleh kesempatan untuk memiliki materi (kekayaan) lebih banyak, kenaikan pangkat (jabatan), atau sebaliknya. Berikut ini dijelaskan ketiga faktor tersebut.

a. Faktor struktur sosial

Setiap masyarakat memiliki struktur sosia berbeda. Masyarakat pertanian tradisional, lebih banyak menyediakan pekerjaan kasar mengolah sawah, dan hanya sedikit menyediakan lapangan kerja yang bergengsi seperti menjadi pengusaa penggilingan padi atau pedagang besar hasil dan sarana pertanian. Demikian pula masyarakat tradisional nelayan, yang lebih banyak memberikan pekerjaan sebagai pencari dan pengolah ikan, sebaliknya anya lapangan kerja tersedia ntuk menjadi pengusaha di bidang perikanan, distributor atau pemilik kapal besar.

Hal ini berbeda dengan masyarakat industri modern. Berbagai lapangan pekerjaan banyak tersedia, mulai dari tenaga produksi, pengawass atau mandor, pemasar produk, periklanan, manajer hingga pemimpin dan pemilik perusahaan. Semakin banyak perusahaan berdiri maka semakin banyak lapangan pekerjaan yang tersedia. Dengan demikian, semakin banyak pula peluang terjadinya mobilitas sosial. Orang juga memiliki peluang lebih besar berganti pekerjaan dibandingkan dengan masyarakat pertanian atua nelayan tradisional.

Artikel Tentang Faktor penyebab dan Konsekuensi Mobilitas sosial
Artikel Tentang Faktor penyebab dan Konsekuensi Mobilitas sosial 


Dengan melihat faktor ini, kita menjadi paham mengapa di negar akita selam ini selalu terjadi urbanisasi. Pemuda-pemuda desa berbondong-bondong ke kota mencari pekerjaan. Maraknya pertumbuhan industri di kota menjanjikan kesempatan bagi mereka untuk mengalami mobilitas soial vertikal. Perkerjaan tradisional sebagai petani dianggap tidak menarik dan kurang memberikan hasil. Sementara itu banyak tersedia pekerjaan di kota, mulai dari pekerja pabrik hingga menjadi tenaga eksekutif. Bahkan, apabila beruntung dapat menjadi pemilik usaha yang cukup besar dengan jaringan yang luas. Di desa kemungkan seperti itu sangat sulit terjadi.

Sistem ekonomi yang diterapkan sebuah Negara sering pula berpengaruh terhadap pertumbuhan industri. Pembatasan pertumbuhan industri tertentu yang disebabkan oleh regulasi pemerintah berdampak terhadap berkurangnya pertambahan lapangan kerja. Akibatnya semakin sulit pula orang mencari pekerjana. Sebaliknya, apabila pemerinta membuka seluas-luasnya kesempatan mendirikan industri, maka semakin banyak pula kesempatan kerja. Namun, untuk Negara-negara berkembang seperti di Indonesia, kekebasan berusaha harus tetap melindungi warga masyarakat lokal (pribumi) dari serbuan pengusaha asingyang lebih berpengalaman. Jika para penanam modal asing dibebaskan seluas-luasnya, maka para pengusaha pribumi akan tersingkir. Pekerjaan-pekerjaan kelas atas hanya akan dinikmati orang-orang asing yang lebih terampil. Akibatnya mobilita sosial vertikal naik tidak dinikmati orang-orang lokal.

Ketersedian lapangan pekerjaan yang berdampak langsung terhadap kesempatan mobilitas sosial juga dipengaruhi oleh angka pertumbuhan penduduk. Bila saat ini terjadi angka kelahiran tinggi, maka dapat diramalkan dua puluh tahun lagi akan terjadi ledakan jumlah pencari kerja. Seandainya tingkat pertumbuhan lapangan kerja tetap, sedangkan jumlah pendudk bertambah, tentu akan terjadi kelebihan tenaga kerja. Semakin banyak pencari kerja berarti semakin kecil peluang terjadinya mobilitas sosial naik. Oleh karena itu, angka kelahiran turut menentukan mobilitas sosial.

b. Faktor kemampuan Individu

Seluas apapun kesempatan mobilitas terbuka bagi semua orang. Jiaka orang tersebut tidak memiliki kemampuan untuk mencapainya, maka tidak mungkin terjadi mobilitas naik. Sebaliknya, ketidakmampuan seseorang dalam mempertahankan kedudukan sosialnya justru dapat menyebabkan terjadinya mobilitas menurun.

Kemampuan seseorang dipengaruhi oleh tingkat pendidikannya. Semakin terdidik seseorang biasanya semakin cakap. Akan tetapi, kemampuan tidak dapat disamakan dengan prestasi akademik (nilai mata pelajaran) di sekolah. Angka yang tinggi di bangku sekolah tidak menjamin keberhasialn seseorang dalam hidup. Sebabn, angka (nilai) tinggi hanya menunjukkan salah satu aspek kecerdasan, yaitu kecerdasan intelektual. Padahal untuk berhasil dalam hidup, seseorang tidak hanya dapat mengadalkan kecerdasan intelektual semata. Aspek-aspek kecerdasan lainnya perlu dikembangkan melalui pendidikan, diantara kecerdasan emosional, kecerdasan sosial, kecerdasan spiritual, kecerdasan eksistensial, kecerdasan kinestik dan kecerdasan motorik. Semua aspek kecerdasan tersebut dapat memengaruhi keberhasilan seseorang dalam hidup sehingga perlu dikembangkan di sekolah. Apakah adanda di sekolah telah merasakan hal demikian?

Misalnya, orang yang memiliki kemampuan melukis atau bernyanyi ternyata sukses dalam hidupnya. Orang-orang seperti itu mungkin saca tidak cerdas secara intelektual, tetapi kemampuan dalam berolah seni (estetika) telah membuatnya mencapai kedudukan sosial ekonomi bagus. Demikian juga para olahragawan yang telah membuktikan kemampuannya dalam bidang oleh tubuh (kinestik).

Artikel Tentang Faktor penyebab dan Konsekuensi Mobilitas sosial
Artikel Tentang Faktor penyebab dan Konsekuensi Mobilitas sosial 


C. Faktor keberuntungan

Faktor keberuntungan sebenarnya mempunyai peranan yang kecil dalam keberhasilan seseorang. Setiap orang yang berhasil dalam hidupnya mengakui bahwa sebagian besar keberhasilannya adalah hasil dari usaha keras. Kebrahsilan tidak datang dengan tiba-tiba tanpa diupayakan. Peran faktor keberuntungan hanyalah 1% sedangkan 99% adalah kerja keras. Oleh karena itu, agama mengajarkan kepada kita untuk bekerja dan berdoa. Usaha yang pertama adalah bekerja dan berusaha, sedangkan doa ada pada urutan berikutnya. Walaupun faktor keberuntungan turut menjadi penentu, namun kita hendaknya jangan bersikap fatalistic atua menyerah kepada takdir. Sebab, Tuhan tidak akan memberikan kesuksesan tanpa orang itu mengusahakannya sendiri.

2. Konsekuensi Mobilitas sosial

Berikut ini akan kita bahas tentang Konsekuensi Mobilitas sosial

a. Penyesuaian diri terhadap lingkungan baru

Gaya hidup setiap ekals dan kelompok sosial selalu berbeda. Gaya hidup kelas atas berbeda dengan gaya hidup kelas menengah atau kelas bawah. Perbedaan kultur antarkelompok sosial yang tercemin dalam gaya hidup seperti ini serng menjadi tantangan bagi anggota yang baru masuk melalui proses mobilitas sosial.

Kelompok sosial yang dianmakan masyaraka desa, biasanya sangat menjunjung tinggi nilai kebersamaan, gotong royong, dan paguyuban. Berbeda dengan kultur masyarakat kota yang bersifat individualistis, mementingkan diri sendiri dan impersonal. Misalnya, seseorang yang telah bertahun-tahun hidup di kota besar, setelah berhenti dari pekerjaanya diaa memuntuskan untuk menghabiskan masa tuanya di desa kelahirannya. Apabila dia ingin diterima sebagai warga desa yang baik, maka dia harus menyesuaikan diri dengan situasi, kondisi, tradisi, budaya di desa. Kehidupan individualistis dan mementingkan diri sendiri harus sedikit demi sedikit ditinggalkan.

Penyesuaian diri seperti ini berlaku bagi siapa saja yang memasuki kelas kelompok sosial baru sebagai mobilitas sosial.

Penyesuaian diri seperti ini dapat terjadi dengan baik jika lingkungan baru yang dimasuki mau menerima kehadiran pendatang baru. Apabila ditolak, maka mobilitas yang dialami seseorang menghadapi konsekuensi kedua, yaitu konflik.

b. Konflik dengan lingkungan baru

Seseorang tidak selalu dapat diterima di semua kelas dan kelompok sosial. Orang-orang berprilaku menyimpang biasanya selalu menghadapi konflik dengan lingkungan dimanpun dia berada. Orang yang diketahui suka mabuk, mengkonsumsi narkoba, para penjaja s3ks, atau suka menganggu orang lain biasanya selalu ditolak di kelas atua kelompok sosial manapun. Kehadirannya dianggap sebagai pengganggu keamanan dan kenyamanan masyarakat. Oleh karena itu, tidak aneh apabila kita sering mendengar berita adanya warga masyarakat yang mengusir pendatang baru yang kehadirannya justru dinilai menganggu ketertibam.

Mobilitas yang menyebabkan terjadinya konflik, misalnya kasus kembalinya narapidana ke lingkungan asalnya. Masyarakat setempat biasanya masih menaruh curiga terhadap residivis tersebut. Kecurigaan amsyarakat seringkali diekspresikan dengancara mengorganisir atau membuat desas-desus sesama anggota masyarakat untuk menolak residivis tersebut  kembali ke lingkungannya, sehingga terjadila konflik.

Ketidak mampuan seseorang dalam menyesuaikan diri dengan lingkungan baru juga sering menimbulkan konflik. Misalnya, seseorang yang suka berhura-hura, hidup bebas semaunya; tiba-tiba suatu saat harus pindah ke lingungan baru yang terbiasa tenang dan tertib. Di satu sisi, orang tersebut terbiasa hidup bebas dan hura, hura, sehingga tidak suka kalau kebebasannya dibatas.Di sisi lain, mayarakat tidak mau ketenangan dan ketertibannya diusik pendatang baru yang dinilainya kurang tata karma. Terjadilah pertentangan antara masyarakat dengan pedatang baru itu.

c. Adanya harapan dan kekecewaan

Struktur masyarakat yang terbuka telah membuka kesempatan terjadnya mobilitas secara luas. Setiap roang bisa mencapai status sosial yang diinginkannya asal berusaha keras. Lebih-lebih dalam masyarakat demokratis yang memberikan kesempatan sama kepada semua warganya. Tidak ada halngan bagi siapapun untuk mencapai kedudukan, pekerjaan, atau penghasilan yang lebih tinggi. Keterbukaan ini memberikan kesempatan untuk terjadinya mobilitas naik, jugasekaligus memberikan kemudahan pula untuk terjadinya mobilitas menurun, akibatnya, penurunan status dan kenaikan status sosial memiliki peluang yang sama untuk dialama seseorang. Baik peningkatan maupun penurunan status dapat berdampak positif dan negative.

Demikianlah Artikel Tentang Faktor penyebab dan Konsekuensi Mobilitas sosial. Semoga bermanfaat.

Tidak ada komentar:

Posting Komentar

Baca Juga

  • 4 Pilihan Dalam Berkehidupan - 4 pilihan dalam berkehidupan :Ada 4 Pilihan dalam berkehidupan, kamu bisa pilih salah satunya, atau lebih dari itu :1. Dengan kedudukan Jadilah yang paling...
    5 bulan yang lalu

Artikel Tentang Hasil Budaya Manusia Purba Dalam Sejarah (Zaman Batu dan Zaman Logam)

Artikel Tentang Hasil Budaya Manusia Purba Dalam Sejarah (Zaman Batu dan Zaman Logam) – Hai sahabat, kali ini kita akan membahas tentang A...