Artikel Tentang Integrasi Sosial Dalam Masyarakat
Multikultural – Hai sahabat, artikel kali ini akan membahas tentang Integrasi
sosial dalam masyarakat multikultural. Yuk, langsung dibahas.
Lebih dari 250 suku bangsa di Indonesia memiliki
bahasa dan latar belakang kebudayaan yang berbeda. Pada saat masing-masing
berada dalam pergaulan dengan sesama anggota kelompok sosial masing0nasing,
tentulah tidak ada persoalan kebudayaan. Namun, ketiak mereka bergaul dengan
klompok sosial lain, maka sikap saling menghargai kebudayaan yang berbeda
menjadi sangat penting. Lebih-lebih para kaum urban di kota-kota yang merupakan
komunitas dengan beragagam latar belakang etnik dan kebudayaan. Kesadaran hidup
dalam masyarakat multikultural juga menyangkut penghargaan terhadap status dan
hak-hak kaum wanita.
Suku-suku bangsa di Indonesia menjunjung tinggi
semboyan ‘Bhineka Tunggal Ika’ sebagai wujud sikap penghargaan terhadap
perbedaan kebudayaan, demikian juga di Negara-negara lain yang masyarkatnya
multikultural. Negara-negara eropa bekas penjajah memiliki kelompok-kelompok
etnik yang berasal dari wilayah jajahannya. Untuk mengharagai kebudayaan mereka
berbagai upaya telah dilakukan. Diantaranya adalah dengan mengajarkan sikap
Saling memahami perbedaan agama diantara warganya. Sebagai contoh, runtuhnya
politik apartheid di Afrika selatan, melahirkan semboyan ‘Afrika selatan adalah
milik semua orang yang hidup di dalmanya, persatuan dalam keanekaragaman.;
semboyan itu menjadi tanda dimulainya sikap menghargai kebudayaan etnik-etnik
asli Afrika. Bahkan, Afrika selatan membentuk suatu komisi khusus yang bertugas
melindungi hak hidup berbagai kebudaaan, agama, dan bahasa yang ada di sana.
Pada tahun 1970-an, Australia meski agak terlambat juga mulai memberi
kewenangan kepada suku Aborigin (penduduk asli benua Australia) untuk mengatur
warisan kebuayaan nenek moyang mereka. Pengakuan terhadap hak milik atas tanah
orang aborigin baru diberikan tahun 1972. Di selandia baru, mulai ada pengakuan
terhadap hak-hak orang suku Maori atas warisan sejarahnya, termasuh menyerahkan
wewenang yang lebih luas kepada suku itu untuk mengatur urusn internalnya
sendiri.
Walaupun kesadaran hidup dalam masyarakat
multikultural telah semakin meluas, namun masih banyak tantangan yang
menghadang. Salah satunya adalah perlunya dikembangkan sistem nilai sosial dan
sistem hukum yang menjamin agar keragaman kebudayaan dan bahasa tetap diahrgai
dan dilindungi.
Masyarakat pluralistic seperti Indonesia memiliki
banyak kelompok suku, ras, agama dan etnik. Belum lagi kelas-kelas sosial yang
terbentuk akibat kesenjangan ekonomi. Ada kelompok kecil orang yang mampu
menjdi pengusaha besar dengan aset ratusan triliun rupiah, ada kelas menengah
yang mempunyai pekerjaan bagu, pendidikan tinggi untuk menunjang karirnya itu,
penghasilannya pun memungkinkan mereka hidup dengan nyaman. Namun, ada juga
puluhan juga orang di Indonesia yang hidup di bawah garis kemiskinan.
Kondisi semacm itu sebenarnya rawan akan perpecahan
(disintegrasi) dan konflik sosial. Suatu masyarakat yang selalu dilanda konflik
dan disintegrasi senantiasa tidak nyaman bagi warganya, terganggu perkembangan
dan pertumbuhan ekonominya. Pada akhirny, ketidakstabilan sosial itu berujung
pada terpuruknya masyarakat ke dalam lembah kemiskinan. Sebab, kekecauan sosial
sangat menganggu kediatan ekonomi. Padahal, semakin meluasnya kemiskinan dan
semakin dalamnya jurang perbedaan akan berpotensi menimbulkan konflik dan
perpecahan. Kecemburuan sosial akibat kesenjangan ekonomi sering meningkatkan
angka kriminalitas dan protes sosial, misalnya kaum buruh yang merasa tidka
memperoleh penghasilan cukup ramai berdemonstrasi atau mogok kerja. Sementara
itu, keterpurukan ekonomi masyarakat tidak memungkinkan pengusaha meningkatkan
keuntungannya, termasuk untuk menaikkan gaji para buruh.
Demikain juga kesenjangan sosial yang muncul
antarkelompok etnik. Kelompok Etnik Papua dan masyarakat Inonesia bagian timur
lainnya yang hingga kini belum menikmati kemakmuran setara dengan warga
Indonesia di bagian barat (Jawa, Sumatera,Sulawesi dan Bali) menuntut
disintegrasi. Perlakuan tidak adil yang mereka terima selama ini membuat mereka
tidak puas, shingga muncullah tuntutan-tuntuttan pemisahan diri yang dimotoroi
OPM (Organisasi Papua Merdeka). Dengan alasan yang hampir serupa, Aceh dengan
gerakan aceh merdkea dan Maluku dengan Republik Maluku Selatan pernah menuntut
untuk melepaskan diri dari sekatuan Republik Indonesia.
Artikel Tentang Integrasi Sosial Dalam Masyarakat Multikultural |
Kondsi seperti di atas sungguh sangat tidak
diharpakan siapapun,. Bgaimanapun juga, hidup bersama dalam satu kesatuan
Negara besar Republik indonesia tetap lebih baik. Berdiri sendiri-sendiri dalam
suatu Negara-negara kecil akan lebih lemah dan mudah permainkan Negara lain
yang lebih besar. Oleh karena itu, sesungguhnya kesadaran untuk tetap menjaga
persatuan dan kesatuan Republik Indonesia hendaknya tetap harus dimiliki oleh
rakyat Indonesia. Namun, kesadaran hanyalah salah satu hal yang memang penting
untuk diupayakan. Akan tetapi, kenyataan masyaraakt Indonesia yang pluralistic
seperti yang digambarkan di atas adalah hal yang perlu diwaspadai.
Konsekuensi-konsekuensi adanya berbagai ragam suku
bangsa, agama dan kelas sosial ekonomi juga harus dikelola sehingga keuutuhan
Negara kesatuan Republik Indonesia tetap terjaa.
Ada beberapa upaya yang bersifat sosial budaya yang
dapat dilakukan untuk mempertahankan integrasi masyarakat. Akan tetapi, setiap
upaya tidka berdiri sendiri melainkan harus berjalan bersama-sama dengan upaya
yang lain. Lagipla setiap upaya tidak selalu dapat diterapkan terhadap setiap
kasus yang terjadi. Seiap konflik atau ancaman integrasi yang tejadi diantara
kkelompok dan kelas sosial memiliki karakteristik tersendiri sehingga
memerlukan pendekatan yang khusus pula. Oleh karena itu, pemilihan cara dan
pendektan dalam upaya penanganan konflik dan disintegrasi sosial ditentukan
oleh situasi dan kondisi masyarakat dan sifat kasusnya. Integrasi sosial dalam
masyarakat multikultural umumnya berlangsung dalam dua pola, yaitu normative
dan sosiatif. Pola integrasi normative menekankan pada kepatuhan semua individu
atau kelompok sosial dalam masyarakat terhadap aturan-aturan baku yang
diberlakukan secara umum dan mengikat. Pola ini ditandai dengan adanya
perangkat-perangkat formal yang mengatur hubungan antarindividu maupun
antarkelompok. Perangkat-perangkat ini dioperasionalkan oleh lembaga yang juga
bersifat formal, contohnya lembaga yudikatif (pengadilan, jaksa dan MA)yang
mengatur hubungan antarindividu dalam wilayah hukum.
Pola yang kedua adlaah sosiatif. Pola integrasi ini
menekankan pada kesadaran sosial yang dimiliki oleh individu atau kelompok dan kekuatan
luar yang mempunyai pengaruh yang kuat pada masyarakat. Keberadaan
perangkat-perangkat tidak dalam bentuk yang formal, tetapi cukup mengikat
secara moral dan sosial. Kekuatan luar antara lain terdiri dari pemuka agama,
tokoh masyarakat, tokoh sosial dan pemimpin adat. Melalui mereka, nilai-nilai
yang mempersatukan individu dan kelompok sosial dalam masyarakat multikultural
dapat diaharapkan keberhasilannya, misalnya pertemuan tokoh lintas agama.
Pertemuan ini akan berpengaruh terhadap merdupnya ketegangan dalam masyarakat
yang bersumber pada perbedaan agama dan keyakinan.
Beberapa metode untuk melaksanakan integrasi sosial
adalah sbb:
1. Membina Hubungan Simbioasis Mutualisma
Hbungan Simbiosis Mutualisma adaah bentuk kerja sama
antarkelompok masyarakat yang bersifat saling menguntungkan. Pendekatan ini
lebih bersifat kerja sama ekonomi.D alam bidang ekonomi, kerawanan sosial yang
sering muncul adalah kesenjangan antara kelompok orang akya dan orang miskin,
atau antara kelompok orang yang menguasai sumber daya ekonomi dengan kelompok
yang tidak menguasai sumber daya ekonomi. Kelompok orang kaya sekaligus yang
menguasai sumber daya ekonomi diwakili oleh apra pengusaha, sedangkan kelompok
roang miskin tidak menguasai sumber daya ekonomi diwakili oleh buruh yang
mendangalkan pendaptan mereka dari bekerja pada perusahaan-perusahaan.
Kasus yang biasanya terjadi adalah pihak pengusaha
bersikap merendahkan para buruh. Para pengusaha merasa berada di pihak yang
kuat sehingga memberlakukan mereka secara kurang pantas. Rendahnya upah yang
diberikan, tidak adanya jaminan ksehatan dan keselamtan kerja, tidak
mengasuransikan pekerja dan berbagai bentuk tunjangna kesejahteraan lainnya,
pada umumnya menjadi sumber ketidakpuasan kelompok buruh. Apabila ketidakpuasan
itu disalurkan lewar serikat-serikat buruh, dan kemudian menjadi gerakan
terorganisasi menuntut hak-hak mereka melalui demonstrasi dan mogok kerja,
berarti telah timbul konflik diantara kedua kelompok tersebut.
Kasus yang sering terjadi di Indonesia adalah demonstrasi
kaum buruh menuntut kenaikan upah. Demonstarai kaum buruh yang paling besar
adlaah demonstrasi pad abulan Maret Hingga Aprbil 2006 yang menuntuk pemerintah
untuk membatalkan rencana perevisian undang-undang yang mengatur hbungan buruh
dan majikan. Buruh menganggap undang-undang itu semua berpihak pad anasib kaum
buruh, tetapi setelh pemerintah mendapat masukan dari pengusaha dan investor,
menilai undang-undang itu menghambat investasi dan perkembangan dunia usaha
maka akan direvisi. Sebelum rancangan revisi disbuat, para bburuh sudah menolak
lewat aksi demonstrasi yang kia hari kian meluas, bahan mengancam akan mogok
nasional.
Konflik semacam itu jelas merugikan integrasi
bangsa, khususnya integrasi antara pengusaha dan buruh yang sebenarnya dua pihak
yang saling membutuhkan. Pengusaha tidak mungkin menjalankan usahanya jika
tidak ada para buruh yang bekerja. Sebaliknya, para buruh membutuhkan
keberadaan para majikan yang membuka usaha sehingga tercipta lapngan kerja bagi
buruh. Untuk menciptakan hubungan yang harmonis diantara kedua kelompok sosial
itu diperlukan kerjasama yang saling menguntungkan. Pengusaha harus menghargai
para buruh dengan memberikan imbalan kesejahteraan yang layak. Para buruh pun
harus bekerja dengan produktivitas yang tinggi untuk memajukan perusahaan.
Pemerintah sebagai pihak ketiga yang berwenang untuk membuat regulasi
(peraturan) pun jangan berat sebelah, baik pengusaha maupun buruh harus
sama-sama diperhatikan kepentingannya. Aturan yang menguntungkan kedua belah
pihak akan membuat kelompok pengusaha tetap dapat beroperasi dan buruhpun
diperhatikan kesejahteraannya. Apabila aturan yang menjamin kondisi seperti itu
dapat diwujudkna maka akan tercipta simbiosis mutualisma antara kelompok
pengusaha dan kelompok buruh.
Kerjasama saling menguntungkan seperti ini tdak
hanya diterapkan untuk kalangan pengusaha dan buruh. Setiap ada dua kelompok
atau lebih yang sebenarnya saling membutuhkan dan saling bergantung, sebaiknya
diatur agar tercipta simbiosis mutualisma. Petani, tengkulak dan industri
adalah tiga pihak yang saling membutuhkan. Nelayan dan perusaahan pengolah ikan
juga demikian, bahkan para pemilik toko dengan para nelayan toko juga
memerlukan kerjasama saling menguntungkan itu agar semua kelompok terjamin
kepentingannya. Apabila salah satu kelompok berusaha menekan kelompok lain baik
dengan cara langsung maupun memanipulasi peraturan, maka lama-kelamaan akan
pecah konflik dan terjadikan diintegrasi diantara keduanya. Selanjutnya,
diintegrasi antarkelompok sosial akan menganggu kesatuan masyarakat secara
umum.
Artikel Tentang Integrasi Sosial Dalam Masyarakat Multikultural |
2. Distribusi sumber daya secara adil
Segala Sesuatu yang dapat dimanfaatkan untuk
memenuhi kebutuhan hidup manusia disebut sumber daya, baik itu bersifat
alamiah, sosial, budaya, maupun ekonomi. Keberadaan sumber daya di masyarakat
tidak semuanya berlimpah, melainkan blebih banyak yang terbatas. SUmber daya
yang kberadaanya terbatas inilah yang sering menimbulkan konflik jika
distribusinya tidak mencerminkan keadilan. Menurut George Foster (1967),
seorang antropolog Amerika Serikat, sumber daya yang terbatas itu misalnya
penghasilan, kekuasaan, kesempatan, berbagai kekayaan alam dan bahkan sesuatu
yang bersifat simbolik yaitu status sosial.S etiap orangdalam suatu masyarakat
secara tidak sadar menganggap berhak mendapatkan sumber daya itu secara adil.
Namun, kenyataanya tidak semua orang mampu memperolehnya, di samping karena
keterbatasan sumber daya itu juga karena keterbatasan kemampuan dirinya. Oleh
karena itu, orang-oran yang beruntung dapat memperoleh sumber daya secara
berlebihan harus mengembalikan (redistribusi) sebagian sumber daya itu kepada
warga masyarakat yang kurang beruntung. Bentuk konkretnya, orang kaya harus
membantu orang miskin, para penguasa harus melindungi rakyat biasa, dan
lain-lain.
Apabila prinsip keadilan distribusi sumberdaya yang
terbats itu dilanggar maka timbullah konflik sosial dan perpecahan. Kasus
demonstrasi warga masyarakat Papua yang menuntut penututpan tambang tembaga dan
emas PT. Freeport, tuntutan Aceh untuk melepaskan diri dari kesatuan Republik
Indonesia, dan berbagai kasus disintegrasi lain di Indonesia dapat dipahami
akar masalahnya dari sudut pandang ini.
Pemahaman kasus seperti di atas dapat diterapkan
terhadap kasus di Aceh dan Riau. Ketidakadilan distribusi kekuasaan pemerintah
pusat dan pemerintah daerah, ditambah lagi ketidakadilan distribusi hasil
sumber daya aalm dan pengelolaan aset-aset ekonomi, menyebabkan mereka berupaya
memisahkan diri dari Indonesia. Untuk mencegah hal itu agar tidak terulang
lagi, maka perlu diupayakan adanya pembagian yang adil atas berbagai sumber
daya yang ada, baik itu sumber daya alam, sumber daya ekonomi, sumber daya
sosial budaya, dan kekuasaan.
Oleh karena itu, setelah gelombang reformasi
bergulir pemerintah pusat mulai meredistribusikan berbagai sumber daya itu ke
daerah-daerah. Dalam hal pembagian keuntungan hasil tambang, pengaturan
anggaran Negara, dan bahkan desentralisasi kekuasaan lewat otonomi daerah.
Tentu saja pada tahap awal masih terjadi ketimpangan-ketimpangan pelaksanaanya.
Tidak ada manusia yang mampu sekaligus mengubah sistem menjadi sempurna sertaur
persen. Semua perlu belajr dari kesalahan, kemudian dikoreksi dan
disempurnakan. Masa-masa awal yang pnuh pancaroba itu harus dilalui dengan
kesabaran dan tekaduntuk tetap satu dalam keutuhan Negara Kesatuan Republik
Indonesia. Jalan benar telah ditempuh, yaitu dngan meredistribusikan sumber
daya secara adil, walaupun keadilan itu sendiri masih selalu mengalami tarik
ulur manifestasinya yang paling tepat sehingga dapat diterima semua pihak.
Suatu saat, keutuhan masyarakat Indonesia akan kembali normal dan stabil dengan
pendekatan ini.
Artikel Tentang Integrasi Sosial Dalam Masyarakat Multikultural |
3. Penanggulangan kemiskinan
Kelas orang miskin selalu digambarkan sebagai
seklompok orang yang kebutuhan hidupnya tidak atau kurang tercukupi. Mereka tinggal
di rumah-rumah sederhana, kurang memenuhi syarat kesehatan, kumuh, tidak
permanen, tidak memiliki pekerjaan tetap atau pekerjaan tidak memberikan hasil
cukup, kurang pendidikan dan hidupnya tersisih. Keterbatasan ekonomi juga
menyebabkan mereka tidak memiliki kesempatan berhubungan dengan dunia Luas.
Akibatnya, semakin sempit wawasan mereka. Semakin sempit pergaulan seseorang
semakin kecil peluangnya untuk menemukan mitra kersama untuk memperbaik
kehidupan. Kondisi semacam ini sering menjadi sebab orang-orang miskin kalah
dalam persaingan hidup dengan warga masyarakat lainnya. Dampaknya, mereka
menjadi tidak puas terhadap kondisi di masyarakat, dan muncullah berbagai
tindakan criminal yang dapat mengarah pada gangguan terhadap keutuhan
masyarakat. Di sisi lain, melihat kehidupan orang kya yang serba berkecukupan
dan bahkan serba mewah menimbulkan perasaan iri dan cemburu.
Kemiskinan adalah kenyataan yang selalu ada di
masyarakat. Keberadaanya tidak bisa dihapus sama sekali. Meningkatnya jumlah
orang-orang miskin perlu diwaspadai. Sebab, semakin banyak orang miskin juga
mengancam harmoni masyarakat. Ketidakharmonisan itu merupakan kosekuensi
perbedaan sosial antara orang kaya dan orang miskin Diantara kedua kelas sosial
itu terdapat kesenjangan sosial yang memicu kecemburuan dari kalangan orang
miskin terhadap orang kaya. Kecemburuan sosial itulah yang potensial
memecah-belah integrasi sosial.
Upaya penanggulangan kemiskinan berkaitan erat
dengan proses pertukaran sosial (social exchange) secara umum. Pertukaran sosial berupa hubungan
antarkelompok dan antarkelas sosial yang bersifat saling memberi dan saling
menerima (resiprokal). Hubungan Resiprokal tidak harus bersifat simetris,
artinya apabila satu pihak memberikan sesuai kepada pihak penerima nantinya akan
membalas dengan memberikan uang pula, akan tetapi hubungan resiprokal
kadang-kadang bersifat asimetris, misalnya rakya membayar pajak kepada
pemerintah, dan pemerintah memberikan perlindungan kepada rakyat. Pertukaran
sosial ini, apabila berjalan tanpa gangguan, kehidupan masyarakat akan harmonis
dan jauh dari disintegrasi.
Kemiskinan merupakan akibat dari distribusi sumber
daya yang tidak merata, baik secara sengaja maupun tidak sengaja. Kadang-kadang
secara sistematis peraturan-peraturan pemerintah membuat orang miskin semakin
miskin dan orang kaya semakin kaya. Kemiskinan akibat peraturan pemerintah yang
berat sebelah itu oleh ahli ilmu sosial isebut kemiskinan structural. Contoh
kemiskinan structural adalah ornag-orang miskin yang baru muncul sebagai akibat
kenaikan harga bahan bakar minyak mencapai seratus persen pada awal tahun 2006.
Kenaikan harga BBM yang begitu tinggi memicu enaikan hampir semua barang dan
jasa yang dibutuhkan masyarakat, sementara itu pendapatan masyarakat relative
tetap. Akibatnya, diantara mereka yang semula bukan orang miskin, tiba-tiba
jatuh ke lembah kemiskinan structural.
Untuk memperkokoh keutuhan masyarakat, kemiskinan
harus ditanggulangi agar jumlahnya menjadi seminimal mungkin. Berbagai upaya
telah dilakukan pemerintah, swasta maupun perseorangan.. Berbagai program
bantuan untuk mengnakat kehidupan orang-orang miskin selalu dijalankan. Upaya
yang telah dilakukan pemerintah antara lain mengimplementasikan Program Inpres
Desa Tertinggal mulai tahun 1993, Program klompok Usaha Bersama (PKUB) tahun
1996, Tabungan kesejahteraan Rakyat (TAKESRA) dan Kredit Usaha Kesejahteraan
Rakyat (Kukesra) tahun 1997, Inpres Desa Tertinggal (IDT) tahun 1994, program
pembangunan perumahan rakyat bagi warga masyarakt berpenghasilan rendah, pemberian
bantuan beasiswa agar pelajar dan mahasiswa yang berasal dari keluarga kurang
mampu, pemberian subsidi harga pupuk untuk petani kecil, pemberian subsidi
harga BBM untuk masyarakat kelas bawah, pemberian dana Bantuan Operasional
Sekolah (BOS) untuk SD dan SLTP, penyediaan sarana kesehatan murah melalui
Puskesmas dan Posyandu. Secara bertahap pemerintah juga melakukan deregulasi
(pengaturan kembali) peraturan-peraturan yang kuerang berpihak kepada orang
miskin. Sementara itu, pihak swasta juga mulai peduli kepda perbaikan hidup
orang miskin. Misalnya, perusahaan yang membangun fasilitas kesehatan dan
pendidikan bagi masyarakat sekitar, atau program bantuan langsung lainnya
ketika terjadi wabah atau bencana alam. Lembaga sosial masyarakat juga ada yang
bergerak di bidang pemberdayaan orang-orang miskin.
4. Membina Kesadaran Pluralisme Budaya
Masyarakat selalu bersifat majemuk, baik secara
horizontal (adanya kelompok-kelompok sosial) dan secara vertikal (adanya
kelas-kelas sosial). Perbedaan sosial pasti ada dalam masyarakat. Bahkan, tidak
mungkin kesadaran bermasyarakat akan timbul jika ada perbedaan itu.
Contoh,kesatuan sosial terkecil yang disebut keluarga. Mungkinkah sebuah
kelluarga terbentuk jika tidak ada ayah, ibu, kakak, dan adik? Perbedaan status
dan peran sseorang, baik sebagai ayah, ibu, adik, dan kakak telah membentuk
sistem hubungan sosial yang disebut keluarga. Demikian juga,tidak mungkin dalam
sebuah masyarakat tanpa kelompok pengusaha, rakyat yang dikuasai, pedagang,
distributor barang, dokter, guru, hakim dan sebagainya. Semua bagian itu telah
memiliki peran masing-masing dan saling melengkapi. Pemerintah memerlukan
rakyat dan sebaliknya. Pengusaha membutuhkan buruh dan sebaliknya. Guru tidak
akan dibutuhkan bila semua roang telah pandai dan terampil. Hakim tidak akan
berfungsi apabila tidak ada penjahat dan seterusnya. Begitu pula keberadaan
kelompok-kelompok sosial, semuanya memiliki peran dan fungsi dalam membentuk
kesatuan sosial. Mungkinkah masyarakat Indonesia terbentuk jika tidak ada etnis
Batak, Ambon, Makassar, papua dan sebagainya itu? Jadi, perbedan sosial memang
harus ada, dan perbedaan itu menjadi syarat mutlak bagi keberadaan kesatuan
sosial yang disebut masyarakat.
Artikel Tentang Integrasi Sosial Dalam Masyarakat Multikultural |
5. Mengembangkan Mental Kenegarawanan Para Tokoh
Masyarakat
Tokoh Masyarakat adalah orang yang memiliki pengaruh
kuat terhadap warga masyarakat. Pengaruh tersebut berupa dipatuhinya perintah
atau anjuran mereka oleh orang-orang sekitarnya. Ketokohan seseorang dapat
diperoleh secara formal atau informal. Tokoh yang memperoleh status
ketokohannya melalui proses pengangkatan seara resmi oleh sebuah organisasi
disebut tokoh formal, baik organisasi pemerintah maupun nonpemerintah,
sedangkan tokoh yang memerleh ketokohannya berdasarkan pengakuan masyarakat,
walaupun tidak melalui upacara pengangkatan resmi, disebut tokoh informal.
Seseorang dapat mencapai status taokoh masyarakat jika memenuhi kualifikasi
tertentu Kualifikasi untuk menjadi tokoh formal biasanya bersifat tertulis,
jelas, tegas dan terukur, sedangkan kualifikasi untuk tokoh informal
berdasarkan subjektivitas warga masyarakat yang menilai orang tersebut layak
ditokohkan.
6. Gerakan Emansipasi wanita
Perbedaan Gender mengelompokkan warga masyarakat
menjadi kelompok pria dan wanita. Secara fisik dan biologis wanita dan pria
jelas berbeda, walaupun secara sosial semua pekerjaan yang dapat dilakukan pria
dapat pula dilakukan oleh wanita. Apabila di dalam berbagai masarkat dijumpai
adanya perbedaan peran, itu sebenarnya hanya pengaruh kebudayaan setempat. Di
Indonesia umumnya, wanita lebih banyak dianggap sebagai makhluk lemah yang
hanya cocok untuk menangani pekerjaan-pekerjaan seperti mengurus rumah tangga,
sedangkan pekerjaan keras dan kasar seperti mengolah sawah, mendirikan
bangunan, menggali tambang, dan sejenisnya lebih cocok dikerjakan oleh pria,
karena pekerjaan-pekerjaan itu membutuhkan tenaga yang kuat. Pembagian tugas
seperti ini sebenarnya hanya hasil proses sosialisasi dalam keluarga masyarakat
tradisional. Akan tetapi, hingga sekarang pandangan seperti di atas masih
berlaku luas di masyarakat.
7. Mendorong Asimilasi dan Amalgamasi
Asimilasi atau pembaruan kebudayaan sehingga
kebudayaan melahirkan satu kebudayaan baru dapat terjadi secara alamiah maupun
direkayasa. Hasil asimilasi yang direkayasa tidak akan sebaik yang alamiah.
Sedangkan amalgamasi adalah proses pembauran biologis dua kelompok manusia yang
masing-masing memiliki ciri-ciri fisik berbeda, sehingga keduanya menjadi satu
rumpun. Amalgamasi terjadi lewat perkawinan antarras atau antrasuku. Di masa
lampau cara ini sering dijadikan upaya untuk merekatkan hubungan dua kelompok
sosial atau raja di kerajaan lain untuk merekatkan hubungan mereka atau justru
untuk memadukan kedua wilayah menjadi satu kesatuan.
8. Mendorong Munculnya kelas Sosial Menengah
Proses interaksi dalam masyarakat cultural yang
cenderung didominasi oeh kelas atas dan budaya mayoritas menimbulkan dampak
sosial yang kurang baik. Penghargaan dan ruang partisipasi bagi kelas sosial
bahwa dan budaya minoritas menjadi terbatas. Sementara itu, prinsip terjadinya
integrasi sosial adalah persamaan hak dan kewajiban yang dimiliki oleh setiap
warga dan entitas budaya. Kelas sosial atas dan budaya mayoritas dengan
kecendrungan budaya dan karakteristik yang khusus sebagaimana pembahasan
terdahulu, seringkali mengalami kesulitan dalam melakukan interaksi dengan
kelas sosial di bawah. Oleh karena itu, dibutuhkan kela sosial-budaya yang
terlibat dalam proses interaksi. Kelompok sosil ini disebut sebgai kelas
menengah.
Demikianlah Artikel Tentang Integrasi Sosial Dalam
Masyarakat Multikultural. Semoga bermanfaat.
Baca juga artikel sebelumnya : Artikel Tentang Hubungan Antar Kelompok Sosial Dalam Sosiologi
Tidak ada komentar:
Posting Komentar